ADAB TENTANG NIAT
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ada dua
orang melakukan shalat, orang yang pertama meraih keridhaan Allah Azza wa Jalla
sehingga dosa-dosanya gugur, sedangkan orang yang kedua mendapatkan kecelakaan
dan kemurkaan Allah Azza wa Jalla karena nifak dan riyâ’nya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan keutamaan shalat yang menggugurkan dosa-dosa karena dilakukan dengan ikhlas dan sempurna. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidak ada seorang muslim yang kedatangan (waktu) shalat wajib, lalu dia melakukan shalat wajib itu dengan menyempurnakan wudhu’nya, khusyu’nya dan ruku’nya, kecuali shalat itu merupakan penghapus dosa-dosa sebelumnya, selama dia tidak melakukan dosa besar. Dan itu untuk seluruh waktu.” [HR. Muslim, no. 228]
Sebaliknya, beliau juga memperingatkan umat dari melakukan shalat karena riya’, karena hal ini akan menggugurkan amal, sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
Dari Abu Sa'îd, dia berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami ketika kami sedang membicarakan Al-Masîhud Dajjâl. Kemudian beliau bersabda: "Maukah aku beritahukan kepada kamu sesuatu yang menurutku lebih aku takutkan terhadap kamu daripada terhadap Al-Masîhud Dajjâl?" Maka kami menjawab: "Ya, wahai Rasulullah". Maka beliau bersabda: "Syirik yang tersembunyi. Yaitu seseorang melakukan shalat, lalu dia membaguskan shalatnya karena dia melihat pandangan orang lain". [Hadits Hasan Riwayat Ibnu Mâjah, no; 4204]
Ini merupakan contoh nyata tentang pentingnya niat dan mengikhlaskan niat di dalam seluruh amalan. Oleh karena itu banyak sekali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan hal ini di dalam hadits-hadits beliau. Antara lain, sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” [HR. Bukhâri]
Sesungguhnya suatu perbuatan akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla jika memenuhi dua syarat, yaitu niat ikhlas dan mengikuti Sunnah.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan keutamaan shalat yang menggugurkan dosa-dosa karena dilakukan dengan ikhlas dan sempurna. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidak ada seorang muslim yang kedatangan (waktu) shalat wajib, lalu dia melakukan shalat wajib itu dengan menyempurnakan wudhu’nya, khusyu’nya dan ruku’nya, kecuali shalat itu merupakan penghapus dosa-dosa sebelumnya, selama dia tidak melakukan dosa besar. Dan itu untuk seluruh waktu.” [HR. Muslim, no. 228]
Sebaliknya, beliau juga memperingatkan umat dari melakukan shalat karena riya’, karena hal ini akan menggugurkan amal, sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
Dari Abu Sa'îd, dia berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami ketika kami sedang membicarakan Al-Masîhud Dajjâl. Kemudian beliau bersabda: "Maukah aku beritahukan kepada kamu sesuatu yang menurutku lebih aku takutkan terhadap kamu daripada terhadap Al-Masîhud Dajjâl?" Maka kami menjawab: "Ya, wahai Rasulullah". Maka beliau bersabda: "Syirik yang tersembunyi. Yaitu seseorang melakukan shalat, lalu dia membaguskan shalatnya karena dia melihat pandangan orang lain". [Hadits Hasan Riwayat Ibnu Mâjah, no; 4204]
Ini merupakan contoh nyata tentang pentingnya niat dan mengikhlaskan niat di dalam seluruh amalan. Oleh karena itu banyak sekali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan hal ini di dalam hadits-hadits beliau. Antara lain, sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” [HR. Bukhâri]
Sesungguhnya suatu perbuatan akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla jika memenuhi dua syarat, yaitu niat ikhlas dan mengikuti Sunnah.
Oleh
karena itu Allah Azza wa Jalla akan melihat hati manusia, apakah ia ikhlas; dan
melihat amalnya, apakah sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk kamu dan harta kamu, tetapi Dia melihat hati kamu dan amal kamu. [HR. Muslim, no. 2564]
Oleh karena itulah mengikhlaskan niat merupakan perintah Allah Azza wa Jalla kepada seluruh manusia, sebagaimana firman-Nya:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [al-Bayyinah/98:5]
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk kamu dan harta kamu, tetapi Dia melihat hati kamu dan amal kamu. [HR. Muslim, no. 2564]
Oleh karena itulah mengikhlaskan niat merupakan perintah Allah Azza wa Jalla kepada seluruh manusia, sebagaimana firman-Nya:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [al-Bayyinah/98:5]
NIAT DALAM KEBAIKAN
Di antara rahmat dan anugerah Allah Azza wa Jalla
adalah bahwa Dia menulis kebaikan hamba-Nya hanya karena keinginan untuk
berbuat kebaikan, sedangkan keinginan berbuat keburukan belum ditulis. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hal ini di dalam hadits sebagai
berikut:
إِنَّ اللَّهَ
كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ
بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ
عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ
هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً
وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menulis semua
kebaikan dan keburukan. Barangsiapa berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia
tidak melakukannya, Allah Azza wa Jalla menulis di sisi-Nya pahala satu
kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia
melakukannya, Allah menulis pahala sepuluh kebaikan sampai 700 kali, sampai
berkali lipat banyaknya. Barangsiapa berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia
tidak melakukannya, Allah Azza wa Jalla menulis di sisi-Nya pahala satu
kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia
melakukannya, Allah Azza wa Jalla menulis satu keburukan saja.” [HR. Bukhâri, no. 6491; Muslim, no. 131]
NIAT DALAM KEBURUKAN
Keinginan yang melintas di dalam hati untuk
berbuat keburukan belum ditulis dosa oleh Allah Azza wa Jalla . Namun, jika
keinginan itu sudah menjadi tekad dan niat, apalagi sudah diusahakan, walaupun
tidak terjadi, maka pelakunya sudah mendapatkan balasan karenanya. Dalam hal
ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا الْتَقَى
الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ
إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
“Jika dua orang muslim bertemu dengan pedang
masing-masing (berkelahi; berperang), maka pembunuh dan orang yang terbunuh di
dalam neraka. Aku (Abu Bakrah) bertanya: ”Wahai Rasulullah, si pembunuh (kami
memahami-pent), namun bagaimana dengan orang yang terbunuh. Beliau menjawab:
“Sesungguhnya dia juga sangat ingin membunuh kawannya itu”. [HR. Bukhâri, no. 31, 7083; Muslim, no. 2888; dari
Abu Bakrah]
Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam memperingatkan bahaya niat buruk di dalam hubungan antar
hamba. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ
يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ
سَارِقًا
“Siapa saja berhutang dengan niat tidak akan
membayar hutang kepada pemiliknya, dia akan bertemu Allah sebagai pencuri.”
[HR. Ibnu Mâjah, no. 2410]
PAHALA DAN SIKSA KARENA NIAT
Kedudukan niat yang sangat penting juga dapat
dilihat dari akibat yang dihasilkannya. Yaitu bahwa sekedar niat, seseorang
sudah mendapatkan pahala atau siksa. Hal ini diberitakan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam di dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي كَبْشَةَ
الأَنَّمَارِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الدُّنْيَا ِلأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ
اللَّهُ مَالاً وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ
وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ
رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ
يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ
فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ
عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لاَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ
وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلاَ يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا
بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالاً وَلاَ عِلْمًا فَهُوَ
يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلاَنٍ فَهُوَ
بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dari Abu Kabsyah al-Anmâri Radhiyallahu anhu,
bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang: Hamba yang Allah Azza wa Jalla berikan
rizqi kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama Islam),
kemudian dia bertaqwa kepada Rabbnya pada rizqi itu (harta dan ilmu), dia
berbuat baik kepada kerabatnya dengan rizqinya, dan dia mengetahui hak bagi
Allah Azza wa Jalla padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling
utama (di sisi Allah Azza wa Jalla ). Hamba yang Allah Azza wa Jalla berikan
rizqi kepadanya berupa ilmu, namun Dia tidak memberikan rizqi berupa harta, dia
memiliki niat yang baik. Dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku
akan berbuat seperti perbuatan si fulân (orang pertama yang melakukan kebaikan
itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang
pertama dan kedua) sama. Hamba yang Allah Azza wa Jalla berikan rizqi kepadanya
berupa harta, namun Dia tidak memberikan rizqi kepadanya berupa ilmu, kemudian
dia berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak bertaqwa
kepada Rabbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada kerabatnya dengan
hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allah Azza wa Jalla padanya. Maka
hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di sisi Allah Azza wa Jalla
). Hamba yang Allah Azza wa Jalla tidak memberikan rizqi kepadanya berupa harta
dan ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan
berbuat seperti perbuatan si fulân (dengan orang ketiga yang melakukan
keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.
Syaikh Salim al-Hilâli hafizhahullâh berkata
menjelaskan di antara fiqih dari hadits ini: “Seseorang itu akan diberi pahala
atau dihukum karena keinginan yang tetap/kuat (di dalam hatinya-pen) walaupun
dia tidak mampu melaksanakannya. Karena walaupun dia tidak mampu melakukannya,
namun dia mampu mengharapkan dan menginginkan”.
NIAT BAIK TIDAK MERUBAH KEMAKSIATAN MENJADI KETAATAN
Semua keterangan ini menunjukkan pentingnya
kedudukan niat. Oleh karena itu seorang Muslim yang baik selalu membangun
seluruh amalannya di atas niat yang baik, yaitu ikhlas karena Allah Azza wa
Jalla . Demikian juga seorang muslim akan selalu berusaha beramal berdasarkan
Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena hal ini sebagai kelengkapan
niat yang baik.
Karena semata-mata niat yang baik tidak bisa
merubah kemaksiatan menjadi ketaatan. Seperti seseorang bershadaqah dengan uang
curian atau korupsi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُقْبَلُ
صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُوْلٍ
“Tidak akan diterima shalat dengan tanpa bersuci
dan tidak akan diterima shadaqah dari (hasil) ghulul (khianat).”
[HR. Muslim, no. 224]
Jadi, walaupun suatu amalan itu merupakan kebaikan
secara lahiriyah, dan dilakukan dengan niat yang baik, seperti shalat atau
shadaqah, namun jika tidak memenuhi syarat-syarat di dalam agama, maka niat
yang baik itu tidak dapat merubahnya sebagai amalan ketaatan.
Oleh karena itu seorang Sahabat yang mulia,
`Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu pernah mendatangi jama’ah dzikir yang
berkelompok-kelompok memegang kerikil. Setiap kelompok dipimpin satu orang.
Pemimpin itu memerintahkan: “Bertakbir 100 kali”, mereka pun melakukannya. Dia
juga memerintahkan agar jama’ah bertahlil 100 kali dan bertasbih 100 kali,
mereka juga melakukannya. Maka `Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata
kepada mereka: “Apakah ini -yang aku lihat kamu lakukan-?” Mereka menjawab:
“Wahai Abu Abdurrahmân, ini kerikil. Kami menghitung takbîr, tahlîl, dan tasbîh
dengannya. Beliau berkata: “Hitung saja keburukan-keburukan kamu! aku menjamin
kebaikan-kebaikan kamu tidak akan disia-siakan sedikit pun (sehingga perlu
dihitung). Kasihan kamu, wahai umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
alangkah cepatnya kebinasaan kamu! Ini lah para sahabat Nabi kamu masih banyak.
Ini lah pakaian beliau belum usang, dan bejana-bejana beliau belum pecah. Demi
Allah Azza wa Jalla yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya kamu berada di atas
agama yang lebih baik dari agama Muhammad, atau kamu adalah orang-orang yang
membuka pintu kesesatan”. Mereka berkata: “Demi Allah Azza wa Jalla , wahai Abu
Abdurrahmân, kami tidak menghendaki kecuali kebaikan”. Beliau menjawab:
“Alangkah banyak orang yang menghendaki kebaikan tidak mendapatkannya”.
Sesungguhnya Rasululluh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan kepada
kami:
أَنَّ قَوْمًا
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ
“Bahwa ada sekelompok orang, mereka membaca
al-Qur’ân, namun al-Qur’ân itu tidak melewati tenggorokan mereka”.
Demi Allah Azza wa Jalla , aku tidak tahu,
kemungkinan kebanyakan mereka itu adalah dari kamu”. Kemudian beliau
meninggalkan mereka.
Marilah kita perhatikan jawaban beliau di atas:
“Alangkah banyak orang yang menghendaki kebaikan tidak mendapatkannya”. Yaitu
banyak orang menghendaki kebaikan, memiliki niat yang baik, namun karena tidak
melewati jalan yang harus dilalui, maka dia tidak mendapatkan apa yang dia
niatkan.
Dan perlu diketahui, bahwa niat bukanlah kalimat
yang diucapkan, namun tekad di dalam hati yang membangkitkan amalan.
Kesimpulannya, hendaklah kita selalu memiliki niat
yang baik, ikhlas di dalam seluruh amalan, lahir dan batin. Demikian juga
amalan itu harus berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Semoga Allah Azza wa Jalla selalu memberikan pertolongan kepada kita
untuk meraih keridhaan-Nya. Alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn.
Wallâhu
a’lam
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar