بِسْــــــــــــــــــمِ
اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tak dipungkiri, manusia tidak bisa terlepas dari manusia yang lain. Artinya ia
mutlak membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di sinilah, manusia tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan bertetangga. Islam pun telah menggariskan etika
sosial untuk menciptakan jalinan yang harmonis antar keluarga. Sehingga
kehidupan manusia terpenuhi atmosfer yang penuh dengan spirit tasaamuh
(toleransi), ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan taqwa. Penyakit ananiyah
(egoisme), su’uzhan (buruk sangka), tajassus (sikap memata-matai), menggunjing
aib orang lain, dan sederet akhlak tercela lainnya tidak endapatkan tempat.
Keamanan, ketentraman dan roda kehidupan yang didasari saling tepa selira dan
menghormati dapat semakin kokoh
TETANGGAMU, PERGAULILAH DENGAN BAIK
Tetangga adalah sosok yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Tak jarang,
tetangga kita lebih tahu keadaan kita ketimbang kerabat kita yang tinggal
berjauhan. Saat kita sakit dan ditimpa musibah, tetangga lah yang pertama
membantu kita. Tak heran, jika Islam begitu menekankan kepada kita untuk
berbuat baik kepada terangga, karena dampak hubungan yang harmonis antar
tetangga mendatangkankan maslahat yang begitu besar. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَ اليَوْمِ الآخِرِ
فَلْيُحْسِنْ إلى جَارِهِ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaklah ia berbuat baik kepada terangganya.
وَأحْسِنْ مُجَاوَرَةَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ
مُسْلِمًا
Dan berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau
menjadi seorang muslim.
Dua hadits di atas mengindikasikan bahwa berbuat ihsan (baik) kepada tetangga
merupakan salah satu simbol kesempurnaan iman seseorang. Sebab antara iman dan
ketinggian akhlak seorang muslim berbanding lurus. Semakin tinggi keimanan
seseorang, maka semakin mulia pula akhlaknya kepada siapapun, termasuk kepada
para tetangganya. Keluhuran akhlak seseorang bukti kesempurnaan imannya.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menggambarkan arti pentingnya kedudukan
tetangga dengan mengatakan.
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْجَارِ
حَتَّى ظَنَنْتُ أنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Jibril terus-menerus berwasiat kepadaku (untuk
berbuat baik) terhadap tentangga, hingga aku yakin ia (seorang tetangga) akan
mewariskan harta kepadanya (tetangganya).
Berkaitan makna berbuat ihsan (baik) kepada tetangga, Syaikh Nazhim Sulthan
menerangkan: "(Yaitu) dengan melakukan beragam perbuatan baik kepada
tetangga, sesuai dengan kadar kemampuan. Misalnya berupa pemberian hadiah, mengucapkan
salam, tersenyum ketika bertemu dengannya, mengamati keadaannya, membantunya
dalam perkara yang ia butuhkan, serta menjauhi segala perkara yang menyebabkan
ia merasa tersakiti, baik secara fisik atau moril. Tetangga yang paling berhak
mendapatkankan perlakuan baik dari kita adalah tetangga yang paling dekat
rumahnya dengan kita, disusul tetangga selanjutnya yang lebih dekat. 'Aisyah
pernah bertanya,"Wahai Rasulullah, aku memiliki dua orang tetangga. Maka
kepada siapakah aku memberikan hadiah diantara mereka berdua?". Beliau
menjawab.
إلى أقْرَبَهُمَا مِنْكِ بَابًا
Kepada tetangga yang lebih dekat pintu rumahnya
denganmu.
Oleh karena itu, Imam Al Bukhari menulis judul bab khusus dalam Shahihnya Bab
Haqqul Jiwar Fii Qurbil Abwab (Bab Hak Tetangga Yang Terdekat Pintunya). Ini
merupakan indikator kedalaman pemahaman beliau terhadap nash-nash tentang hal
ini.
Lebih lanjut, Syaikh Nazhim memaparkan tentang kriteria tentang tetangga.
Yang
Pertama : Tetangga muslim yang memiliki hubungan kekerabatan. Dia memiliki tiga
hak sekaligus. Yaitu ; hak bertetangga, hak Islam dan hak kekerabatan.
Yang Kedua
: Tetangga muslim (yang tidak memiliki hubungan kekerabatan), maka ia memiliki
dua hak. Yaitu ; hak bertetangga dan hak Islam.
Yang Ketiga : Tetangga yang hanya memiliki satu hak. Yaitu tetangga yang kafir.
Dia hanya memiliki hak sebagai tetangga, dengan dasar keumuman nash-nash yang
memerintahkan berbuat ihsan kepada tetangga, yang mencakup tetangga muslim dan
non-muslim. Seperti yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam terhadap tetangga Beliau yang beragama Yahudi.
Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash bahwa ia menyembelih seekor kambing kemudian
bertanya (kepada keluarganya). "Sudahkah kalian berikan sebagian kambing
tersebut kepada tetangga kita yang Yahudi?. Beliau bertanya sampai tiga kali.,
kemudian berkata,"Aku telah mendengar Nabi bersabda.
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْجَارِ
حَتَّى ظَنَنْتُ أنَّهُ سَيُوَرِّثُه
Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk berbuat
baik) terhadap tetangga, hingga aku yakin ia akan memberikan harta warisan
kepadanya
Akan tetapi kriteria di atas, sejalan dengan penjelasan Ibnu Hajar Al Asqalani
dalam Fathul Bar yang menyatakan. "Penyebutan (istilah) tetangga mencakup
(tetangga) yang muslim maupun yang kafir, yang ahli ibadah ataupun yang fasik,
teman ataupun musuh, yang senegara ataupun dari negeri lain, yang bisa
memberikan manfaat ataupun yang akan membahayakan, yang masih kerabat ataupun
bukan saudara, yang dekat rumahnya ataupun yang jauh.
Tetangga memiliki
(perbedaan derajat) tingkatan antara satu dengan lainnya. Tetangga yang
memiliki derajat tertinggi adalah yang terhimpun padanya seluruh sifat-sifat
istimewa, kemudian (tingkatan selanjutnya adalah) yang banyak memiliki
sifat-sifat luhur, dan (tingkatan yang terakhir) adalah yang paling sedikit
sifat-sifat baiknya.
Syaikh Abdurrahman bin Abdul Karim Al 'Ubayyid, penulis kitab Ushul Manhajil
Islami, menjelaskan makna tetangga secara lebih luas, "Istilah tetangga
sebagaimana yang dikenal secara umum oleh manusia adalah tetangga yang hidup
berdampingan rumah dengan anda. Namun sebenarnya, parameter dalam masalah ini
adalah keumuman lafazh (tetangga). Maka istilah tetangga mencakup setiap orang
yang hidup bersama anda, baik ketika dalam pekerjaan, di toko, atau masjid, di
jalan, maupun di tengah-tengah masyarakat umum. Maka setiap insan yang berada
di sekeliling anda maka ia adalah tetangga anda. Termasuk pula dalam kategori
tetangga ini adalah sebuah negara dengan negeri jirannya, juga negara Islam
dengan negara tetangganya. Jadi, tetangga antar negara dinilai sama persis
layaknya tetangga antar anggota masyarakat, yaitu dari sisi pandang bahwa
keduanya dituntut untuk berbuat baik kepada tetangganya masing-masing.
Tidaklah terjadi
peperangan antar negara melainkan lantaran negara yang satu melanggar hak
negara tetangganya. Ini adalah salah satu prinsip yang agung.
ETIKA BERTETANGGA YANG SEHAT
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan beberapa etika pergaulan dengan
tetangga yang selayaknya kita perhatikan:
• Hendaknya kita mencintai kebaikan untuk tetangga kita
sebagaimana kita menyukai kebaikan itu untuk diri kita. Bergembira
jika tetangga kita mendapat kebaikan dan kebahagiaan, serta jauhi sikap dengki
ketika itu. Hal ini mencakup pula keharusan untuk menasehatinya ketika kita
melihat tetangga kita melalaikan sebagian perintah Allah, serta mengajarinya
perkara-perkara penting dalam agama yang belum ia ketahui dengan cara yang baik
dan penuh hikmah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ
حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ أَوْ قَالَ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, tidaklah seseorang beriman
hingga ia mencintai untuk tetangganya, atau Beliau berkata, untuk sudaranya apa
yang ia cintai untuk dirinya sendiri.
Ibnu Abi Jamrah berkata, "Kondisi tetangga berbeda-beda, ditinjau dari
tingkat keshalehan mereka. (Prinsip) yang mencakup seluruhnya adalah keinginan
kebaikan untuk tetangga tersebut, dan nasehat kepadanya dengan cara yang baik,
mendoakannya agar mendapatkan petunjuk, menjauhi sikap yang menyakitinya, dan
mencegah tetangga yang tidak shalih dari perbuatan yang menganggu atau dari
kefasikan dengan cara yang bijak, sesuai dengan tahapan beramar ma'ruf nahi
mungkar. Serta mengenalkan kepada tetangga yang kafir tentang Islam dan
menjelaskan kepadanya kebaikan-kebaikan agama Islam dan memotivasinya untuk
masuk Islam dengan cara yang baik pula. Jika hal itu bermanfaat maka (ajaklah
ia dengan nasehat itu), dan bila nasehat tidak mempan, maka boikotlah ia dengan
tujuan untuk memberinya pelajaran. Karena dirinya telah mengetahui alasan kita
memboikotnya, agar ia berhenti dari keengganannya untuk masuk Islam, jika
memang pemboikotan tersebut efektif diterapkan padanya"
• Saat musibah melanda tetangga kita dan dia
dirundung kesedihan dan terbelit kesulitan, sebisa mungkin kita membantunya,
baik bantuan materi ataupun dukungan moril. Menghibur dan
meringankan beban penderitaannya dengan nasehat, tidak menampakan wajah gembira
tatkala dia dirundung duka. Menjenguknya ketika sakit dan mendoakan kesembuhan
untuknya serta membantu pengobatannya bila memang dia membutuhkannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
لَيْسَ المُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَ جَارُهُ
جَائِعٌ إلى جَنْبِهِ
Bukanlah seorang mukmin, orang yang kenyang
sementara tetangganya kelaparan di sampingnya.
• Hindari sejauh mungkin sikap yang dapat
menyebabkan tetangga kita merasa tersakiti, baik berupa perbuatan ataupun
perkataan. Contohnya, mencela, membeberkan aibnya di muka umum,
memusuhinya, atau melemparkan sampah di muka rumahnya sehingga menyebabkan ia
terpeleset ketika melewatinya, dan jenis gangguan lainnya. Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَ اليَوْمِ الآخِر
فَلاَ يُؤْذِيْ جَارَهٌ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya.
• Kunjungilah tetangga pada hari raya dan sambutlah
undangannya jika dia mengundang kita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda.
حَقُّ المُسْلِمِ على المُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّ
السَّلاَمِ وَ عِيَادَةُ المَرِيْضِ وَ اتِّبَاعُ الجَنَائِزِ وَ إجَابَةُ
الدَّعْوَةِ وَ تَشْمِيْتُ العَاطِسِ
Hak muslim atas muslim yang lain ada lima, menjawab ucapan salam, menjenguk
orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang
bersin.
• Berikanlah toleransi kepada tetangga kita selama
bukan dalam perkara maksiat. Didiklah keluarga kita untuk tidak
berkata-kata keras atau berteriak-teriak sehingga mengganggu tetangga.
Janganlah kita mengeraskan suara radio kita hingga mengusik ketentraman
tetangga, terutama pada malam hari. Sebab, mungkin diantara mereka ada yang
sedang sakit, atau lelah, atau tidur atau mungkin ada anak sekolah yang sedang
belajar. Dan ketahuilah, mendengarkan musik adalah perkara haram, apalagi jika
sampai mengganggu tetangga, maka dosanya menjadi berlipat ganda. Rasulullah
bersabda.
خَيْرُ الأصْحَابِ عِنْدَ الله خَيْرُهُمْ
لِصَاحِبِهِ وَ خَيْرُ الجِيْرَانِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
Sebaik-baik sahabat adalah yang paling baik terhadap
sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga adalah yang paling baik terhadap
tetangganya.
Dan hendaklah kita tidak bersikap kikir terhadap tetangga yang membutuhkan
bentuan kita, selama kita bisa membantunya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.
لَا يَمْنَعْ أَحَدُكُمْ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ
خَشَبَةً فِي جِدَارِهِ
Janganlah
seorang diantara kalian melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di tembok
rumahnya.
Berkenaan dengan hadits di atas, Syaikh Salim bin Ied Al Hilali membawakan
beberapa pelajaran yang berkaitan dengan hak tetangga yaitu: Yang pertama :
Saling membantu dan bersikap toleran sesama tetangga merupakan hak-hak tetangga
(yang wajib dipenuhi) sekaligus merupakan wujud kekokohan bangunan masyarakat
Islam. Yang kedua : Jika seseorang memiliki rumah, kemudian ia memiliki
tetangga dan tetangganya itu ingin menyandarkan sebatang kayu di temboknya
tersebut, maka boleh hukumnya bagi si tetangga untuk meletakkannya dengan izin
atau tanpa izin pemilik rumah, dengan syarat hal tersebut tidak menimbulkan
mudharat bagi si empunya rumah, karena Islam telah menetapkan satu kaidah umum ( لاَ ضَرَرَ وَ لاَ ضِرَارَ) .
• Berikanlah hadiah kepada tetangga, walau dengan
sesuatu yang mungkin kita anggap sepele. Karena saling memberi
hadiah akan menumbuhkan rasa cinta dan ukhuwah yang lebih dalam. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menasehati Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu.
إذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فأكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ
انْظُرْ أهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ ، فأصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
Jika suatu kali engkau memasak sayur, maka
perbanyaklah kuahnya, kemudian perhatikanlah tetanggamu, dan berikanlah mereka
sebagiannya dengan cara yang pantas.
• Tundukkanlah pandangan kita terhadap aurat
tetangga, jangan pula menguping pembicaraan mereka. Apalagi sampai
mengintip ke dalam rumahnya tanpa seizinnya untuk mengetahui aib mereka. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
Dan katakanlah kepada laki-laki
beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka. [An Nur:30]
KERASNYA ANCAMAN MELANGGAR KEHORMATAN TETANGGA
Ketahuilah wahai akhi muslim dan ukhti …..Islam mengajarkan kita untuk menjadi
seorang bisa bermanfaat bagi orang yang lain, atau bila kita tidak bisa memberi
manfaat kepada orang lain, paling tidak kita menahan diri jangan sampai
menyakitinya. Apalagi terhadap tetangga, mereka memiliki hak sangat besar yang
wajib kita tunaikan. Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia?. Maka berbuat baik kepada tetangga
merupakan cerminan baiknya keimanan seseorang. Dan sebaliknya, menyakiti
tetangga merupakan simbol ahlul jahl (orang yang tidak mengerti ilmu).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang
sahabat,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah rajin shalat malam, rajin
pula shaum pada siang hari dan gemar bersedekah, tapi dia menyakiti tetangganya
dengan lisannya! Maka Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab.
لاَ خَيْرَ فِيْهَا هِيَ مِنْ أهْلِ النَّارِ. قَالَ
: وَ فُلاَنَة تُصَلِّيْ المَكْتُوْبَةَ وَ تَصَدَّقُ بِأثْوَارِ مِنَ الأقِطِ وَ
لاَ يُؤْذِيْ أحَدًا ؟ فَقَالَ: هِيَ مِنْ أهْلِ الجَنَّةِ
Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni
neraka". Lalu sahabat itu bertanya lagi,"Fulanah (wanita) yang lain
rajin shalat fardlu, gemar bersedekah dengan sepotong keju dan tidak pernah
menyakiti seorang pun?. Maka Beliau menjawab,"Dia termasuk penduduk surga.
Syaikh Nazhim Muhammad Sulthan berkata,"Menyakiti seorang muslim tanpa
alasan yang benar adalah perkara yang haram. Akan tetapi menyakiti tetangga
lebih keras lagi keharamannya.
Dari Miqdad bin Al Aswad ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda.
لأنْ يَزْنَيَ الرَّجُلُ بِعَشْرِ نِسْوَةٍ خَيْرٌ
لَهُ مِنْ أنِ يَزْنِيَ بامْرَأةِ جَارِهِ وَ لأنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ
عَشْرةِ أبْيَاتٍ أيْسَرُ لَهُ مِنْ أنْ يَسْرِقَ مِنْ بَيْتِ جَارِهِ
Sungguh, jika seorang laki-laki berzina dengan
sepuluh wanita itu masih lebih baik baginya daripada ia berzina dengan istri
tetangganya, dan sungguh jika seorang laki-laki mencuri dari sepuluh rumah itu
lebih ringan (dosanya) daripada ia mencuri dari rumah salah seorang
tetangganya.
Zina merupakan dosa besar yang diharamkan Allah Tabaaraka wa Ta'ala, dan Allah
telah menetapkan hukum-hukum yang bersifat preventif bagi para pelakunya. Akan
tetapi melakukan perbuatan zina dengan istri tetangga tingkat keharaman,
kekejian dan kejahatannya lebih berat lagi. Demikian pula halnya dengan mencuri
(di rumah tetangga).
Dari Syuraih bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
وَ الله لاَ يُؤْمِنُ وَ الله لاَ يُؤْمِنُ وَ الله
لاَ يُؤْمِنُ قِيْلَ مَنْ يَا رَسُوْلَ الله؟ قَالَ: الَّذِيْ لاَ يَأمَنُ جَارُهُ
بَوَائِقَه
Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman,
demi Allah tidak beriman". Beliau ditanya,"Siapa wahai Rasulullah?.
Beliau menjawab,"Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.
Ibnu Baththal berkata, "Dalam hadits di atas terdapat penekanan besarnya
hak tetangga, karena Beliau sampai bersumpah tentang hal itu. Bahkan Beliau
mengulangi sumpahnya sampai tiga kali. Dalam hadits tersebut juga terdapat
isyarat penafian iman dari seseorang yang menyakiti tetangganya, baik dengan
ucapan ataupun dengan perbuatan. Maksud (penafian disini) adalah (penafian)
iman yang sempurna, dan tidak diragukan lagi bahwa seorang yang bermaksiat keimanannya
tidak sempurna".
Juga hadits dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, ia pernah bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
يَا رَسُوْلَ الله ُأيُّ ذَنْبٍ أعْظُمُ؟ قَالَ: أنْ
تَجْعَلَ لله نِدًّا وَ هُوَ خَلَقَكَ . قُلْتُ : ثُمَّ أي؟ قَالَ : أنْ تَقْتُلَ
وَلَدَ كَخَشْيَةَ أنْ يُطْعَمَ مَعَكَ. قُلْتُ : ثُمَّ أي؟ قَالَ : أن تُزَانِيَ
حَلِيْلَةَ جَارَكَ
Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?.
Beliau menjawab,"Engkau menjadikan tandingan bagi Allah padahal Ia yang
menciptakanmu". Aku bertanya lagi,"Kemudian dosa apa?. Beliau menjawab,"Engkau
membunuh anakmu karena khawatir ia akan mengambil jatah makananmu". Aku
bertanya lagi,"Lalu dosa apai?. Beliau menjawab,"Engkau menzinahi
istri tetanggamu".
BILA TETANGGA ANDA JAHAT
Memiliki tetangga yang baik dan mau hidup rukun dengan kita merupakan satu
kenikmatan hidup. Namun terkadang, kita diuji Allah dengan memiliki tetangga
yang tidak baik akhlaknya dan gemar mengganggu kita. Untuk menghadapi tetangga
semacam itu, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu memberikan beberapa nasehatnya,
sebagai berikut:
• Bersabarlah anda dalam menghadapi gangguan
tetangga. Atau memilih pindah rumah jika memang hal itu
memungkinkan. Allah berfirman.
وَلاَتَسْتَوِي الْحَسَنَةُ و َلا َالسَّيِّئَةُ
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ
كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan.
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat
setia. [Fushilat : 34]
Membalas kejahatan tetangga dengan perbuatan baik merupakan salah satu etika
bertetangga yang diajarkan Islam. Yaitu agar kita tidak membalas kejahatan
dengan kejahatan yang sama, Al Hasan al Bashri berkata, "Tidaklah berbuat
ihsan kepada tetangga (hanya dengan) menahan diri tidak menyakiti tetangga,
akan tetapi berbuat ihsan kepada tetangga (juga) dengan bersabar dan tabah
menghadapi gangguannya".
• Hendaklah anda berdoa dengan sebagaimana yang
diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu.
(اللهمَّ إنَّيْ أعُوْذُ بِكَ مِنْ جَارِ السُّوءِ في دَارِ
الإقَامَةِ فإنَّ جَارَ البَادِيَةِ يَتَحَوَّلُ)
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari tetangga yang
buruk di akhirat, maka sesungguhnya tetangga badui beganti-ganti.
• Jika anda tidak mampu bersabar menghadapi gangguan tetangga, sementara tidak
mungkin bagi anda untuk pindah rumah, maka terapkan nasehat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dikisahkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu.
جَاءَ رَجُلٌ إلى النَّبِيِّ يَشْكُوْ جَارَهُ، قَالَ:
اذْهَبْ فاصْبِرْ، فأتاهُ مَرَّتَيْنِ أوْ ثَلاَثًا، فَقَالَ: اذْهَبْ فاطْرَحْ
مَتَاعَكَ في الطَّرِيْقِ، فَطَرَحَ مَتَاعَهُ في تاطِّرِيْقِ، فَجَعَلَ الناَسُ
يَسْألُوْنَ فَسُخْبِرُهُمْ خَبَرُهُ، فَيَلْعَنُوْنَ ذلك الجَارَ المُسِيءَ –
فَعَلَ الله بِهِ وَ فَعَلَ- كِنَيَةٌ عَنْ سَخَطِ النَّاسِ عَلَيْهِ، فَجَاءَ
إلَيْهِ فَقَالَ: ارْجِعْ لاَ تَرَى مِنِّيْ شَيْءًا تَكْرَهُهُ
Seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi
mengeluhkan tetangganya. Maka Rasulullah menasehatinya,"Pulanglah dan
bersabarlah". Lelaki itu kemudian mendatangi Nabi lagi sampai dua atau
tiga kali, maka Beliau bersabda padanya,"Pulanglah dan lemparkanlah
barang-barangmu ke jalan". Maka lelaki itu pun melemparkan
barang-barangnya ke jalan, sehingga orang-orang bertanya kepadanya, ia pun menceritakan
keadaannya kepada mereka. Maka orang-orang pun melaknat tetangganya itu. Hingga
tetangganya itu mendatanginya dan berkata,"Kembalikanlah barang-barangmu,
engkau tidak akan melihat lagi sesuatu yang tidak engkau sukai dariku.
Pembaca,
tiada gading yang tak retak.Tidak ada manusia yang sempurna. Ada saja
kekurangan yang melekat pada setiap diri kita. Latar belakang yang berbeda
menciptakan pribadi yang berbeda. Wacana yang perlu kita kembangkan, bagaimana
kita dapat meredam perbedaan yang ada, selama tidak melanggar rambu syariat.
Menjalin komunikasi positif dengan menjunjung tinggi akhlak pergaulan. Selamat
menuai pahala dari tetangga Anda.
Wallâhu
a’lam
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ