Translate

Rabu, 31 Juli 2013

Apakah 5 kekuatan wanita itu?


1) Air matanya
Semua pria pasti maklum air mata wanita adalah senjatanya. sehingga ada satu kisah pada zaman Umar, di mana Umar Khatab RA ketika mana beliau masih kafir dan berteguh pada prinsipnya telah dicairkan dengan air mata adiknya sehingga memasuki Islam seterusnya terpilih menjadi salah satu khalifah yang kuat pada zaman itu. tangisan adalah muara perasaan. tanpa sedar air mata itu dengan sendirinya mengalir bila mana ketika sedih, gembira, marah, dan terharu. karana semua itu fitrah. dan mana syaitan bekerja pada saat ini, bila seorang wanita meminta sesuatu kepada lelaki sehingga mengalirkan air mata. apa yang seharusnya kaum adam lakukan? saya tekankan di sini. tetapkan hati dengan keputusan yang tepat.

2) Senyumannya
senyuman adalah simbolik kecantikan. dan senyuman wanita sangat mudah dijadikan syaitan dalam melenturkan hati lelaki. apalagi senyuman dari si cantik manis. dan kerana itu Allah telah berfirman dalam surah An-Nur (ayat 30-31) : "katakanlah kepada lelaki beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan katakanlah kepada wanita beriman, agar mereka menjaga pandangannya." solusinya adalah jagalah pandangan wahai akhi wa ukhti.

3) Tutur katanya
wanita ini memiliki suara yang berbeda berbanding lelaki. nada suaranya lembut. Subhanallah. karena itu, syaitan menjadikan ia sebagai senjata. tambah lagi suara yang sengaja dimanja-manjakan. Bisa buat cair hati si kaum Adam mendengarnya. oleh yang demikian, wahai wanita sedunia. berbicaralah dengan nada yang tegas. karena manja seorang wanita itu selayaknya bagi mereka yang halal saja.

4) Lirikan matanya
Sesetengah berpendapat, kecantikan seseorang terletak pada matanya. jika bulat bundar mata wanita itu, maka cantiklah wanita itu. namun cantik itu subjektif. secara logiknya, bila mana seseorang itu senyum/ketawa dengan automatiknya mata juga tersenyum dan kelihatan seperti bersinar. tak percaya? nanti anda perhatikan sendiri. bersinarnya mata wanita itu ketika gembira sangat meruntum jiwa kaum adam. karena itu syaitan menjadikan mata wanita itu senjata melemahkan lelaki. dan lebih membuat lelaki berasa 'aughmmm!' dengan kita bila mana wanita itu mendelikan matanya. lelaki merasakan sangat seksi.

5) Keyakinannya
Sebagian lelaki tidak memandang pada kecantikan wanita semata. tapi, dengan keyakinan dan kecerdasan wanita itu serta merta buat buat lelaki itu cair. wanita yang kelihatan yakin bila berbicara, sentiasa happy go lucky, ciri-ciri ini sangat meluluhkan hati lelaki walaupun rupa parasnya dalam level 'Lumayan

Bagaimana jalan penyelesainya?

Kedua-duanya, sama ada lelaki maupun perempuan. yang paling penting, bersihkan diri dan sucikan hati. banyakkan istighfar. terutamanya bila hati dan fikiran terlintas untuk buat perkara yang tidak baik. selalu ingat Allah. sebab Allah tak pernah lupa kita. semoga dengan itu kita terhindar dari bisikan dan godaan syaitan laknatullah.

Kembalilah Kepada Sang Maha Pencipta 


Terkadang Kita merasa tidak kuat menghadapi cobaan yg begitu dahsyat. Setiap kali kita merasa sangat kehilangan setiap kali kita merasa begitu sendirian semua yang kau lihat hanyalah kegelapan dan rasa kehilangan yang begitu menyakitkan

Jangan pernah putus asa dan merasa sendiri dalam mengarungi gelombang kehidupan ini jika kita merasa tidak bisa bangkit kembali dan kita tidak mampu melihat jalan terbaik saat ini yakinlah bahwa Tuhan selalu ada dimana kita berdiri

Jika Allah berkehendak maka kita akan menemukan jalan kita
Jika Allah berkehendak maka segalanya akan mudah untuk kita
Jika Allah berkehendak maka tiada rasa gelisah didada kita
Jika Allah Berkehendak maka segalanya sesuai harapan kita

Tatkala kita melakukan satu kesalahan janganlah kamu pernah kehilangan harapan taubatlah kepadanya tuhan yang maha bijaksana angkatlah tangan kita memohon ampunan darinya

Jangan putus asa dan kehilangan kepercayaan sebab Allah SWT itu selalu ada di samping kita. Insya Allah kita akan menemukan jalan kita Insya Allah kita akan menemukan jalan

kembalilah kepada Sang Maha Pencipta. Dia yang tidak pernah jauh dari kita percayalah padanya dan jangan pernah ragu berdoalah.. 

Ya Allah bimbinglah langkahku jangan biarkan aku tersesat dan berpaling darimu karna hanya Engkau satu-satunya yang menunjukkan jalan hidupku.. 


Allah SWT telah menciptakan dunia beserta segala isinya Agar manusia bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai khalifah Allah dibumi ini, manusia dituntut Untuk memakmurkan dan melestarikan Alam ini Agar terhindar dari segala kehancuran. 

Adapun kencuran itu sendiri terbagi menjadi 2 :

Pertama: Kehancuran materi adalah kehancuran yang terjadi akhibat kecerobohan manusia dalam memanfaatkan hasil bumi ini, sehingga akan terjadi beberapa bencana Alam seperti banjir, tsunami, tanah longsor dan sebagainya.

Kedua: kehancuran moral adalah kehancuran yang terjadi Akibat hilangnya moral dalam tatanan kehidupan masyarakat seperti seseorang yang tidak rela menerima taqdir Allah SWT dari apa yang sudah ditetapkannya dalam setatusnya sebagai Laki-laki ataupun wanita. 

Sungguh apa pun yang telah kita peroleh dari memakmurkan bumi ini seperti harta, tahta, keturunan dan segala bentuk kesenangan duniawi semua itu berasal dari Allah SWT, dan akan kembali pada-Nya

kita manusia hanya diberi amanat untuk mempergunakannya dengan sebaik mungkin, bukan menggunakannya untuk kehidupan hedonis yang sebagian orang terperdaya olehnya

Sungguh, kehidupan Yang seperti itu tidak akan ada penghujuangnya selain kematian yang terus mengintai dan akan menghukumnya. 

Imam Al-Ghazali bertanya pada muridnya “Apa yang paling berat di dunia ini? ”Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban kalian benar, kata Imam Al-Ghazali, tapi yang paling berat adalah “MEMEGANG AMANAH”. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Semoga Allah SWT memberi kita petunjuk dalam hidup yang kita jalani

Selasa, 30 Juli 2013

I’tikaf Demi Raih Lailatul Qadar

Kita telah mengetahui bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh kemuliaan dan punya keistimewaan dibanding malam-malam lainnya. Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Mujahid mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan, yaitu untuk amalan, puasa, dan shalat malam yang dilakukan ketika itu lebih baik dari seribu bulan.

Mengenai i’tikaf yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam hadits ‘Aisyah berikut ini, di mana beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, hingga Allah mewafatkan beliau. Kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan i’tikaf di bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun di tahun beliau diwafatkan, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari no. 2044).

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk meraih lailatul qadar. Beliau ingin mengasingkan diri dari berbagai kesibukan dengan melakukan i’tikaf. Dengan menyendiri akan lebih berkonsentrasi dalam dzikir dan do’a. Dan beliau pun benar-benar menjauh dari manusia kala itu.”

Imam Ahmad sampai berpendapat bahwa orang yang beri’tikaf tidak dianjurkan bergaul dengan orang-orang sampai pun untuk tujuan mengajari ilmu atau membaca Al Qur’an. Imam Ahmad katakan bahwa yang lebih baik adalah menyendiri dan mengasingkan diri dari orang banyak untuk bermunajat pada Allah, serta berdzikir dan berdo’a. I’tikaf ini bermaksud menyendiri yang disyari’atkan dan hanya dilakukan di masjid. I’tikaf di masjid dilakukan agar tidak ketinggalan shalat Jum’at dan jama’ah. Namun kalau mengasingkan diri dengan tujuan supaya luput dari shalat Jum’at dan shalat jama’ah, maka jelas terlarang.

Ibnu ‘Abbas pernah ditanya mengenai seseorang yang puasa di siang hari dan mendirikan shalat malam lalu tidak menghadiri shalat Jum’at maupun shalat berjama’ah. Jawaban Ibnu ‘Abbas, “Ia di neraka.”

Menyendiri yang disyari’atkan adalah dilakukan di masjid, terkhusus di bulan Ramadhan, terkhusus lagi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan.

Demikian ringkasan dari penjelasan Ibnu Rajab dalam Lathoiful Ma’arif, hal. 338.
Semoga kita dimudahkan untuk meraih malam seribu bulan, dan moga juga kita dimudahkan untuk melakukan i’tikaf.

Referensi:
Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan


Di sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah momen yang baik untuk banyak beramal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mencontohkan hal ini, beliau lebih semangat beramal di akhir-akhir Ramadhan. Ada dua alasan kenapa bisa demikian. Pertama, karena setiap amalan dinilai dari akhirnya. Kedua, supaya mendapati lailatul qadar.

Lailatul Qadar Di Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)

Lebih Serius dalam Ibadah di Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).

Hadits di atas menunjukkan keutamaan beramal sholih di 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan punya keistimewaan dalam ibadah dari hari-hari lainnya di bulan Ramadhan. Ibadah yang dimaksudkan di sini mencakup shalat, dzikir, dan tilawah Al Qur’an.

Hadits tersebut juga menunjukkan anjuran membangunkan keluarga yaitu para istri supaya mendorong mereka melakukan shalat malam. Lebih-lebih lagi di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.

Membangunkan keluarga di sini merupakan anjuran di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, namun anjuran juga untuk hari-hari lainnya. Karena keutamaannya disebutkan dalam hadits yang lain,

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ

“Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang di malam hari melakukan shalat malam, lalu ia membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, maka ia memerciki air pada wajahnya. Semoga Allah juga merahmati seorang wanita yang di malam hari melakukan shalat mala, lalu ia membangungkan suaminya. Jika suaminya enggan, maka istrinya pun memerciki air pada wajahnya.” (HR. Abu Daud no. 1308 dan An Nasai no. 1148. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir).

Sufyan Ats Tsauri berkata, “Aku sangat suka pada diriku jika memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan untuk bersungguh-sungguh dalam menghidupkan malam hari dengan ibadah, lalu membangunkan keluarga untuk shalat jika mereka mampu.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 331).

Yang dimaksud dengan menghidupkan sepuluh hari terakhir atau menghidupkan malam lailatul qadar adalah dengan menghidupkan mayoritas malamnya, tidak mesti seluruhnya. Demikian pendapat ulama Syafi’iyah. Bahkan sebagaimana dinukil dari Imam Syafi’i, keutamaan tersebut didapat bagi orang yang menghidupkan shalat ‘Isya’ secara berjama’ah dan shalat Shubuh secara berjama’ah. Lihat Lathoiful Ma’arif, hal. 329.
Semoga Allah memudahkan kita bersemangat dalam ibadah di akhir-akhir Ramadhan.

Referensi:
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 51-52.
Lathoif Al Ma’arif fii Maa Limawasimil ‘Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.

Senin, 29 Juli 2013

Keutamaan Memberi Buka(makanan berbuka) Untuk Orang Berpuasa


Bulan Ramadhan dan berpuasa didalamnya benar-benar kesempatan terbaik untuk beramal. Bulan Ramadhan adalah kesempatan menuai pahala melimpah. Banyak amalan yang bisa dilakukan ketika itu agar menuai ganjaran yang luar biasa. Dengan memberi sesuap nasi, secangkir teh, secuil kurma atau snack yang menggiurkan, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Maka sudah sepantasnya kesempatan tersebut tidak terlewatkan.

Inilah janji pahala yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

Dalam Kitab Faidul Qodhir, 6/243 dijelaskan bahwa : Al Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa memberi makan buka puasa di sini boleh jadi dengan makan malam, atau dengan kurma. Jika tidak bisa dengan itu, maka bisa pula dengan seteguk air.

Ath Thobari rahimahullah menerangkan,

“Barangsiapa yang menolong seorang mukmin dalam beramal kebaikan, maka orang yang menolong tersebut akan mendapatkan pahala semisal pelaku kebaikan tadi. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar bahwa orang yang mempersiapkan segala perlengkapan perang bagi orang yang ingin berperang, maka ia akan mendapatkan pahala berperang. Begitu pula orang yang memberi makan buka puasa; ( orang berpuasa ) atau memberi kekuatan melalui konsumsi makanan bagi orang yang berpuasa, maka ia pun akan mendapatkan pahala berpuasa .” (Syarh Ibnu Baththol, 9/65)

Di antara keutamaan lainnya bagi orang yang memberi makan berbuka adalah do’a dari orang yang menyantap makanan berbuka. Jika orang yang menyantap makanan mendoakan si pemberi makanan, maka sungguh itu adalah do’a yang terkabulkan. Karena memang do’a orang yang berbuka puasa adalah do’a yang mustajab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.” HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396.

Mustajabnya Doa Orang Berpuasa

Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.

( Tuhfatul Ahwadzi, 7/194 )

Apalagi jika orang yang menyantap makanan tadi mendo’akan sebagaimana do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam praktekkan, maka sungguh rizki yang kita keluarkan akan semakin barokah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,

اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى

“Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man asqoonii”
[Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku] HR. Muslim no. 2055.

Ketika berbuka kita berkumpul dengan orang-orang shalih. Orang yang berpuasa adalah orang-orang yang sholih yang bisa mendo’akan kita ketika mereka berbuka. Dan harta terbaik adalah harta yang berada di sisi orang yang sholih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada ‘Amru bin Al ‘Ash,

يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ

“Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta di tangan hamba yang Shalih.” HR. Ahmad 4/197.

Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.(Lathoif Al Ma’arif, 298.)

Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ »

“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur.”

HR. Tirmidzi no. 1984.
Seorang yang semangat dalam kebaikan pun berujar,

“Seandainya saya memiliki kelebihan rizki, di samping puasa, saya pun akan memberi makan berbuka orang berpuasa. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut. Sungguh pahala melimpah seperti ini tidak akan saya sia-siakan. Mudah-mudahan Allah pun memudahkan saya untuk berpuasa dan memberi makan orang berpuasa.

Mendekatlah Kepada Allah 


Hiduplah hanya untuk mendekat kepada illahi disetiap kesibukan yang kita lakukan sepanjang hari, niatkan untuk mengingat kemana akan kembali dan siapa Tuhan yang menguasai relung hati

Takkan bisa mendekat kepada Allah SWT jika hati dipenuhi dengan nafsu & cinta dunia mereka yang hatinya diselimuti syahwat belaka takkan pernah merasakan manisnya iman dihatinya hanya ada kebahagiaan semu yang mengikis usianya

Mereka yang dunia menjadi tujuan hidupnya segala yang ada hanya untuk kesenangan semanta hari-hari hanya mencari bagaimana memuaskan nafsunya tidak tahu bahwa ada malikat yang mencatat amal perbuatannya setiap kata, setiap tindakan, setiap pandangan akan dihisab nantinya

Ucapkan Astagfirullahalazim..
Jika mata melihat sesuatu yang bukan haknya
Jika tangan memegang sesuatu yang dilarangnya
Jika lidah mengatakan sesuatu yang dusta
Jika kaki melangkah ketempat yang tak diridhoinya
Ucapkanlah astagfirullah atas segala dosa-dosa

Mendekatlah kepada Allah yang kekuasaannya meliputi segalanya, mendekatlah dengan penuh keikhlasan mendekatlah dengan penuh kesyukuran . Semoga rahmatnya menjadi bintang kehidupan ang berpijar terang menerangi setiap perjalanan

Sabtu, 27 Juli 2013

Belajar Menerima Takdir...


Dalam kondisi normal, manusia sepenuhnya sadar bahwa kehidupannya diwarnai dengan suka dan duka, sedih dan gembira, menangis dan tertawa, sengsara dan bahagia.

Namun kesadaran tersebut hilang, manakala manusia tiba-tiba dirundung duka, kesedihan dan kesengsaraan. Sebaliknya, banyak manusia bersikap up-normal pada saat suka-cita, gembira dan bahagia.

Tepatlah kemudian jika Alquran menyitir sifat manusia yang umumnya suka mengeluh, sebagaimana tersebut di dalam firman-Nya, "Sungguh, manusia diciptakan bersikap suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila dia mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir." (QS. Al-Ma'arij: 19-21).

Namun Alquran mengajarkan kepada kaum muslimin untuk mempertahankan posisi normal dalam keadaan apa pun baik suka maupun duka, baik tertimpa musibah ataupun dianugerahi kebahagiaan.

Hal tersebut karena posisi normal mengisyaratkan ketenangan dan kerelaan seseorang atas takdir yang ditentukan Allah, yang menunjukkan pula kuatnya iman. Lebih dari itu, posisi normal menjadikan seseorang dapat tetap berpikir logis dan pengendalian diri dengan baik.

Adalah merupakan kewajiban kaum muslimin untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah dan bersyukur saat mendapat anugerah. Hal tersebut karena seorang Muslim yakin bahwa kejadian apapun di bumi dan langit tidak akan terlepas dari takdir Allah SWT serta apa pun bentuk kejadiannya bagi Allah SWT merupakan suatu hal yang amat mudah.

Sehingga seorang Muslim harus senantiasa berbaik sangka terhadap Allah, sedangkan yang dilakukannya tidak lebih sekedar berikhtiar atas apa yang dapat dilakukan. (QS. Al-Hadid: 22). Sikap seorang Muslim tersebut merupakan respons positif dalam mengatasi sifat alamiah manusia yang umumnya mengeluh pada saat susah dan kikir saat mendapat anugerah.

Sikap tersebut merupakan modifikasi dari sifat alamiah-negatif menjadi progresif-positif dengan tujuan agar kaum muslimin tidak sampai bersedih hati dalam menghadapi masalah hingga berujung pada sikap putus asa.

Sebaliknya, jika anugerah yang diberikan oleh Allah, maka seorang mukmin tidak boleh pula terlalu gembira yang berujung pada sikap sombong dan lupa diri. (QS. Al-Hadid: 23). Sikap moderat inilah yang ditekankan Alquran dalam banyak kesempatan sehingga dengan kemoderatannya seorang muslim tetap dalam kondisi normal.

Sikap moderat tersebut sekaligus sebagai bentuk antitesa terhadap sikap orang-orang munafik yang sering berada pada satu titik ekstrem, yaitu berjanji beriman kepada Allah sebelum mendapat anugerah dan bersikap kikir saat mendapatkannya. (QS. At-taubah: 75-77).

Dengan demikian seorang Muslim hendaknya senantiasa memiliki keyakinan kuat bahwa nasib dari perjalanan hidupnya adalah takdir Allah dan kewajiban dirinya adalah berikhtiar dengan sekuat tenaga dan sebaik-baiknya usaha (QS. Al Mulk: 2). Kedua, memiliki prasangka baik terhadap Allah SWT atas takdir apapun pada dirinya.

Berusaha untuk bersikap moderat dalam keadaan apa pun dan terus berusaha menjadi lebih baik, sehingga tetap mampu berpikir normal dan kritis serta tidak terbawa oleh penderitaan atau terlena oleh kenikmatan.

Memiliki visi untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan bersabar kala menerima cobaan serta yakin bahwa nikmat yang diberikan Allah jauh lebih banyak dari cobaan yang diterima. Wallahu a'lam...

Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa yang menghafal sepuluh ayat dari permulaan surat al-Kahfi, ia akan terjaga dari fitnah Dajjal." Dalam riwayat lain disebutkan : "Dari akhir surat al-Kahfi." (HR Muslim)

Sisi Edukasi Ibadah Puasa

Allah SWT tidak menurunkan syariat_bagi umat manusia, kecuali dengan menyertakan sisi edukasi yang terdapat di dalamnya.

Shalat misalnya, disyariatkan oleh Allah SWT agar manusia terdidik menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan kemungkaran. Zakat mendidik manusia untuk bersikap dermawan terhadap sesama. Haji mendidik manusia untuk mengembangkan kesadaran manusia sebagai umat yang satu di hadapan Allah SWT.

Puasa Ramadhan yang memiliki manfaat kesehatan, fisik, mental maupun spiritualnya dengan tujuan menjadi pribadi yang bertakwa, juga memiliki sisi edukasi sebagai berikut: 


Pertama, puasa mendidik hati dan jiwa kita untuk menjadi pribadi yang ihlas, yaitu melakukan segala sesuatu dengan standar dan tujuan karena Allah SWT. Hal tersebut karena syah dan tidaknya puasa, batal dan tidaknya, ihlas dan tidak benernya, yang mengetahui hanya pribadi orang yang berpuasa dan Allah SWT. 

Maka dengan puasa, hendaknya setiap orang dapat mengembangkan seluruh perbuatannya dengan orientasi hanya kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan ihlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama." (QS. Al-Bayyinah: 5). 

Kedua, puasa mendidik kita untuk memberi fokus pada kehidupan akhirat, di sela-sela kesibukan kita dengan urusan dunia. Maka orang yang berpuasa bukan hanya rela menahan diri dari kebutuhan makan, minum, dan seksualnya, melainkan lebih dari itu siap mengontrol pembicaraan, pendengaran, perbuatan dan hatinya demi untuk menggapai ridha Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Dan sungguh, yang kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu dari pada yang permulaan (dunia)." (QS. Ad-Duha: 4). 

Ketiga, puasa mendidik kita sebagai pribadi yang gemar beribadah kepada Allah SWT dengan tanpa melakukan bantahan, sanggahan, dan keberatan apapun bila diperintah oleh Allah SWT. Hal tersebut karena ketundukan dan ibadah merupakan fitrah manusia yang sejalan dengan ketundukan seluruh makhluk Tuhannya. 

Maka orang yang berpuasa akan menyelesaikan ibadahnya sesuai syariat Tuhan sebagai bentuk ketundukan dan ibadah kepada Tuhan. Allah SWT berfirman: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah kepadaku." (QS. Adz-Dzariyat: 56). 

Keempat, puasa mendidik kita agar memiliki rasa kebersamaan sesama muslim di dalam menjalankan kebajikan, sebab dengan kebersamaan tersebut ibadah puasa yang pada asalnya berat menjadi ringan. Maka kewajiban puasa yang mengenai pada setiap jiwa muslim yang baligh menjadikan sifat dari ibadah puasa yang berat menjadi ringan karena setiap pribadi merasakan kebersamaan dan menghasilkan semacam "oase" yang homogen". 

Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183).

Kelima, puasa mendidik kita agar selalu ingat kepada kaum fakir dan miskin. Dengan ketaatan kita menahan rasa lapar dan haus, dan mungkin sebagian lagi lemas untuk beraktivitas merupakan salah satu upaya untuk ikut merasakan perasaan yang sama yang dirasakan oleh kaum fakir miskin.

Jika puasa yang kita lakukan berhasil mendidik diri kita mencapai lima hal tersebut dan mengimplementasikannya pada saat dan di luar bulan puasa, maka kiranya dapat dikatakan bahwa puasa kita tidak keluar dari maksud dan tujuannya. 
Wallahu A'lam.

Jumat, 26 Juli 2013

Ber-Istighfar-lah,Rizki akan dimudahkan



Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda, "Barangsiapa membiasakan diri ber-Istighfar, maka اَللّهُ akan memberinya jalan keluar setiap kali ia mengalami kesempitan, dan memberinya hiburan setiap kali ia dirundung kesedihan, dan memberinya rizqi dari arah yg tidak diduga" (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Seseorang mendatangi sahabat Ibnu Abbas رضي الله عنـه (sepupu Rasulullah) dan berkata, 
"Do'akan agar aku punya anak !". Beliau رضي الله عنـه menjawab, "Biasakanlah ber-Istighfar !"

Datang orang lain yg berkata, 
"Do'akan agar aku kaya !" Beliau رضي الله عنـه menjawab, "Biasakanlah ber-Istighfar !".

Datang lg orang lain yg berkata, 
"Do'akan agar turun hujan !". Beliau رضي الله عنـه menjawab, "Biasakanlah ber-Istighfar !"

Lalu dikatakan kepada beliau رضي الله عنـه, 
"Kau katakan kepada setiap orang yg datang meminta bantuanmu agar membiasakan ber-Istighfar"

"Benar" kata beliau رضي الله عنـه. "Bukankah اَللّهُ Ta'ala telah mewahyukan;

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya DIA Maha Pengampun, niscaya DIA akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan MEMBANYAKKAN harta dan anak²mu, dan mengadakan untukmu kebun² dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai" (QS. Nuh, 71;10-12)

أسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظيْم وأتوبُ إليہ
أسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظيْم وأتوبُ إليہ
أسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظيْم وأتوبُ إليہ

Jangan berbaring ketika azan, nanti jenazah kita berat. Dan, jangan lah bercakap ketika azan, nanti kita tak dapat mengucap syahadat & la'ilahaillah ketika hendak meninggal dunia.

Rasulullah SAW bersabda "Sebarkan walaupun sepotong dari pada ayatku"

Rabu, 24 Juli 2013

Mukjizatnya IbadahRamadhan


Sesungguhnya Al-Qur’an itu mukjizat yang tak terkalahkan sampai akhir zaman. Salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an ialah menciptakan sebuah sistem ibadah Ramadhan menjadi ibadah yang penuh mukjizat. Al-Qur’an merancang mukjizat ibadah Ramadhan sedemikian rupa sehingga dirasakan mukjizatnya dalam semua sisi kehidupan; sisi ruhiyah (keimanan), sisi intelektual (keilmuan), sisi ubudiyah dan ketaatan, sisi kesehatan fisik dan psikis, sisi akhlak, keberkahan hidup, dan sebagainya. Wajar jika target ibadah Ramadhan itu sangat luar biasa, yakni pembentukan karakter taqwa orang-orang beriman. Sebuah posisi dan kedudukan yang paling tinggi dan mulia di sisi Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 183

Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. {QS. Al-Baqarah (2) : 183}

Secara waktu pelaksanaan, ibadah Ramadhan sangatlah istimewa; sebulan penuh serta siang dan malam. Artinya, kalau kita menjalankan ibadah Ramadhan dengan baik dan maksimal, maka seperduabelas dari umur kita adalah ibadah Ramadhan. Inilah ibadah dan pelatihan hidup (life management) terpanjang dalam hidup kita. Jika kita berhasil memanfaatkannya dengan baik dan maksimal pasti melahirkan karakter taqwa. Di siang hari kita melakukan shiyam (memenej syahwat) dan di malam harinya kita dilatih qiyam (memenej ibadah). Selama 24 jam dalam sehari semalam kita berada dalam ketaatan (manajemen syahwat dan manajemen ibadah) pada Allah dan berlanjut selama satu bulan penuh.

Untuk menggali mukjizat ibadah Ramadhan, kita perlu merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul Saw. terkait ibadah Ramadhan. Terdapat dua kata kunci yang akan mambantu kita memahami mukjizat ibadah Ramadhan. Pertama, kata shiyam’ yang artinya menahan dan mengendalikan diri atau syahwat atau disebut dengan manajemen syahwat. Kedua, adalah kata qiyam, artinya tegak lurus berdiri untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala.

Imam Bukhari dalam kitab Shahehnya meriwayatkan, bersabda Rasul Saw :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa yang shaum (melakukan puasa / manajemen syahwat) di bulan Ramadhan didasari iman (keyakinan penuh pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha Allah), maka diampunkan dosanya yang lalu.

Imam muslim dalam kitab Shahehnya meriwayatkan dengan redaksi sedikit berbeda. Bersabda Rasul Saw. :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa yang melakukam Qiyam (tegak berdiri beribadah di malam) bulan Ramadhan didasari iman (keyakinan penuh pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha Allah), maka diampunkan dosanya yang lalu.

Dari dua hadits di atas, dapat kita pahami bahwa kata kunci dashyatnya sistem Ramadhan dalam pembentukkan karakter taqwa terletak pada dua ; Shiyam dan Qiyam. Menariknya lagi, Shiyam itu harus dilaksanakan di siang hari; sejak dari terbit fajar sampai tenggelam matahari. Sedangkan Qiyam itu dilaksanakan di malam hari; sejak isya’ sampai menjelang waktu subuh. Kalaulah Shiyam itu dilakukan di malam hari sedangkan Qiyam di siang hari, tentulah ibadah Ramadhan tersebut tidak menjadi istimewa dan tidak akan bernilai mukjizat bagi yang melaksanakannya.

Oleh : Ustadz Fatuddin Jaffar, MA

Silaturrahmi Meluaskan Rezeki dan Memperpanjang Umur



Manfaat lain dari membina hubungan antar sesama atau dalam bahasa Islamnya adalah silaturrahim adalah bahwa ia bisa membuat rezeki seseorang menjadi bertambah luas dan memperpanjang usia. Hal ini disitir dari hadits Nabi Saw yang berbunyi:

الذي يريد توسيع الرزق والعمر الطويل ثم فإنه يجب أن تشكل الصداقات 
”Siapa yang ingin rezekinya diperluas dan umurnya panjang maka hendaknya ia bersilaturrahmi.”
(HR. Bukhari)

Apakah maksud dari sabda Nabi Saw ini?! Mungkin banyak orang di antara kita yang menyanggah bukankah rezeki dan umur sudah Allah SWT tetapkan bahkan sebelum kita dilahirkan?!

Maka dalam menyikapi hadits shahih dari Rasulullah Saw kita harus memiliki pandangan yang bijak, sebab boleh jadi apa yang disampaikan Rasulullah Saw ini adalah makna tersirat bukan yang tersurat.

Beberapa makna yang dapat saya pahami dari hadits ini antara lain adalah:

1. Allah SWT akan memanjangkan umur sebab silaturrahmi. Karena kita rajin menjalin dan membina hubungan baik dengan sesama, maka kita akan dicintai dan disenangi orang. Meski kita sudah wafat berkalang tanah sekalipun, namun nama kita masih disebut dan dikenang orang. Coba Anda perhatikan tokoh-tokoh besar yang jasanya masih disebut orang hingga sekarang. Karena kebaikan hubungan yang pernah mereka bangun, dan jasa mereka terhadap orang lain, meski sudah wafat pun ia tetap dikenang orang dan itu menjadi doa kebaikan untuknya.

2. Silaturrahmi dapat memanjangkan umur juga bisa dipahami bahwa Allah SWT memberi keberkahan pada seseorang. Katakanlah untuk menjadi seorang dokter spesialis seseorang harus menimba ilmu bertahun-tahun. Saat ia praktik pun ia boleh memasang tarif sekehendak hatinya. Namun bila ada seseorang yang rajin menjalin hubungan baik dan suka bersilaturrahmi kepada dokter spesialis ini, tentu sang dokter akan enggan menerima bayaran dari orang baik tersebut. Ini boleh jadi yang disebut sebagai menambah rezeki. Dan disamping itu, orang baik yang suka bersilaturrahmi kepada dokter ini boleh bertanya apa saja kepada dokter tentang ilmu yang dokter kuasai tanpa harus kuliah kedokteran yang memakan waktu bertahun-tahun. Pria itu bisa dapat informasi tentang ilmu medis dalam waktu singkat tanpa harus buang-buang umur. Bukankah ini yang namanya panjang umur?! Apalagi, sang dokter pastilah akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan orang baik ini yang senantiasa menjaga hubungan silaturrahmi.

3. Saya baru-baru ini terkesima membaca sebuah artikel guratan Hendro Prasetyo di internet yang menyingkap hikmah dari sebuah kebiasaan silaturrahmi. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa antara tahun 1965–1974 ada dua orang ahli epidemi penyakit yang melakukan riset pada gaya hidup dan kesehatan penduduk Alameda County, California yang berjumlah 4.725 orang.

Hasil menarik dari riset itu adalah bahwa mereka menemukan bahwa angka kematian tiga kali lebih tinggi pada orang yang eksklusif (tertutup) dibandingkan orang-orang yang rajin bersilaturrahmi dan menjalin hubungan.

Pada artikel tersebut juga disampaikan bahwa ada sebuah riset yang pernah dilakukan pada penduduk Seattle ditahun 1997. Riset tersebut menyimpulkan bahwa biaya kesehatan lebih rendah didapati pada keluarga yang suka bersilaturrahmi dengan orang lain, dan konon keluarga yang seperti ini jauh lebih sehat dibandingkan keluarga-keluarga lain.

MacArthur Foundation di AS mengeluarkan kesimpulan sejalan yang menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) bisa bertahan hidup lebih lama itu karena disebabkan mereka kerap bersilaturrahmi dengan keluarga dan kerabat serta rajin hadir dalam pertemuan-pertemuan.

Subhanallah…, begitu dahsyatnya manfaat silaturrahmi yang diajarkan oleh Rasulullah Saw hingga ilmu pengetahuan modern telah membuktikan kebenaran bahwa ia dapat memperpanjang umur!!!

Lalu bagaimana silaturrahmi bisa menambahkan rezeki?! Rezeki bisa mudah dicari selagi kita punya hubungan baik dengan sesama. Karena suka berbuat baik terhadap orang lain, maka mereka pun akan berbuat baik kepada kita. Inilah yang seterusnya akan berkembang menjadi trust, kepercayaan, amanah. Bagaimana seseorang akan mempercayakan hartanya kepada kita untuk diurus dan dikelola, kalau kita tidak mempunyai hubungan baik kepadanya?

Seorang sosiolog Harvard bernama Mark Granovetter melakukan riset pada cara bagaimana orang mendapatkan pekerjaan. Riset ini dilakukan pada tahun 1970-an. Ia menemukan bahwa mayoritas orang mendapat pekerjaan berdasarkan koneksi pribadi. Karena koneksi atau hubungan silaturrahmi itulah seseorang mendapatkan pekerjaan.

Silaturrahmi yang mendatangkan rezeki barangkali terjawab dalam beberapa pengalaman ini;
Suatu hari ayah berpesan pada saya agar selalu datang setiap pagi ke rumah orang tua sebelum berangkat mencari nafkah. Beliau meminta ini sebab berkaca kepada seorang ibu janda yang sukses dalam mendidik anak-anaknya.

Saat ditanya oleh ayah saya, ibu itu selalu berpesan kepada ketiga anaknya untuk mencium tangannya terlebih dahulu sebelum mereka semua memulai aktifitas hari-hari mereka. Ketika anak-anaknya pergi meninggalkan rumah, ibu itu mengantarkan mereka dengan iringan doa hingga Allah beri keberkahan dan kebaikan yang banyak untuk anak-anaknya.

Seorang sahabat bernama Hisyam Said. Seperti kebanyakan pengusaha, maju-mundur bisnis adalah hal biasa. Namun belakangan ini bisnis fast food yang ia jalani begitu cepat berkembang. Puluhan outlet bernama Paparon Pizza sudah mengisi sudut-sudut kota di tanah air. Hisyam menyadari bahwa bisnis yang ia jalani amat erat bergantung dengan keridhaan ummi atau ibunya. Meski kantor pusat pizza tersebut berada di Warung Jati, Jakarta Selatan, namun ia malah memilih berkantor di kawasan Kramat, Jakarta Pusat. Di sana setiap pagi dan sore, Hisyam bisa mengunjungi umminya yang sudah berusia 80 tahun lebih dan menghiburnya di masa-masa tua usianya.

“Ridhallahi fi ridhal waalidaini, wa sukhtullahi fii sukhtil walidaini.”
Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah juga berlaku sedemikian.

Demikianlah keberkahan Allah yang diturunkan bagi hamba-hambaNya yang kerap menyambungkan tali silaturahmi. ***