RumahTangga Sakinah Bagi Seorang Wanita
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Assalamu'alaikum wr.wb
Jika seseorang meniatkan di awal pernikahannya sebagai satu niat
untuk beribadah kepada-Nya, meninggalkan zina, dan mendekatkan diri kepada-Nya;
maka dia akan memperoleh pahala sesuai dengan
apa yang ia niatkan itu. Sebaliknya, jika ia mempunyai niat di awal
pernikahannya hanya sekedar untuk mencari harta, pangkat, kedudukan, atau
popularitas; maka ia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang dia niatkan.
Bahkan dosa jika yang ia niatkan tersebut merupakan maksiat. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya
amal perbuatan itu tergantung pada niat dan seseorang hanya akan mendapatkan
sesuai dengan apa yang niatkan” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Tanggung Jawab
Istri pada Diri Sendiri
Diantara tanggung jawab istri kepada diri sendiri diantaranya
adalah :
1. Menuntut
ilmu syar’i
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Menuntut
ilmu adalah wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah)
Yaitu :
- Ilmu tentang prinsip-prinsip ‘aqidah dan keimanan (Rukun Iman)
- Ilmu tentang apa-apa yang diwajibkan dalam rukun Islam, seperti
syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji.
- Ilmu-ilmu penunjang yang bermanfaat lainnya.
Seorang ibu rumah tangga wajib mengetahui tentang
pembatal-pembatal syahadat, wajib mengetahui bagaimana cara thaharah dan sholat
yang benar, dan yang lain sebagainya. Tidak boleh terjadi pada seorang ibu
bahwa ia tidak mengetahui tentang hukum-hukum haidh, padahal haidh adalah
sesuatu yang rutin mendatanginya.
Bagaimana seorang ibu rumah tangga bisa menuntut ilmu di sela-sela
kesibukannya mengurus rumah tangga ? Hal yang pertama bahwa ia harus
menumbuhkan perasaan butuh dan cinta kepada ilmu. Jika seseorang telah
mampu menumbuhkan perasaan itu pada dirinya, maka ia akan memanfaatkan semua
kesempatan dimana ia bisa memperoleh ilmu, baik dalam majelis-majelis ilmu atau
membaca buku-buku. Dalam seminggu, usahakanlah untuk dapat bermajelis ilmu minimal satu kali. Bisa ia menghadiri
majelis-majelis ilmu secara khusus, atau bermajelis dengan suaminya untuk
saling membacakan satu pembahasan dalam buku agama. Selain itu, ia bisa
memanfaatkan beberapa waktu luang dengan membaca buku agama saat kesibukan
belum menderanya, misalnya 15 – 20 menit sebelum sholat shubuh;atau 15 – 20
menit setelah ‘isya’ di saat anak-anak telah tidur di pembaringannya.
2. Mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh.
Adalah menjadi hal yang mutlak lagi wajib untuk mengamalkan ilmu.
Amal adalah buah ilmu. Barangsiapa yang berilmu namun tidak beramal, ia laksana
tumbuhan yang tidak memberikan manfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya. Ilmu
bisa menjadi pembela atau malah jadi bencana bagi diri kita sebagaimana sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
“Al-Qur’an itu bisa menjadi pembela bagimu
atau menjadi bencana bagimu” (HR. Muslim)
Contoh mudah yang bisa kita lakukan adalah ketika kita tahu
bagaiamana cara wudhu yang benar dari penjelasan Ustadz atau hasil membaca
buku; maka dengan tidak menunda-nunda kita praktekkan pada diri kita jikalau
mau melaksanakan sholat. Jika kita tahu tentang bahaya syirik, maka dengan
segera kita bersihkan diri dan rumah tangga kita dari hal-hal yang berbau
syirik seperti membuang segala macam jimat, rajah, gambar makhluk hidup, atau
benda pusaka keramat peninggalan leluhur (yang tentunya harus dikomunikasikan
secara bijaksana dengan suami). Dan yang lain sebagainya.
Tanggung Jawab
Istri pada Suami
Tanggung jawab istri kepada suami terkait erat dengan pemenuhan
hak-hak suami oleh istri. Harus menjadi satu pemahaman bahwa seorang laki-laki
adalah pemimpin bagi wanita. Seorang suami adalah pemimpin bagi istri dan
anak-anaknya di rumahnya. Allah swt berfirman : “Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS. An-Nisaa’ : 34).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menggambarkan keagungan hak
suami yang harus dipenuhi oleh istrinya dengan sabdanya :“Gambaran hak suami yang harus dipenuhi oleh
istrinya adalah seandainya pada kulit suaminya itu ada borok (luka), lalu dia
(istri) menjilatinya, maka dia belum benar-benar memenuhi hak suaminya” (HR. Ibnu Abi Syaibah 4/2/303 no.
17407; hasan ).
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang
manusia untuk bersujud kepada manusia lainnya, niscaya akan aku suruh seorang
wanita untuk bersujud kepada suaminya” (HR. At-Tirmidzi).
Ketaatan istri kepada suaminya merupakan salah satu faktor yang
akan membawanya masuk surga. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallambersabda
: “Jika
seorang wanita mengerjakan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan,
menjaga kemaluannya, dan taat kepada suaminya, maka akan dikatakan kepadanya :
‘Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau sukai”
Beberapa kewajiban istri yang harus dipenuhi kepada suaminya
antara lain adalah :
1. Patuh
kepada perintah suami
Hushain bin Mihshan mengkisahkan : Bahwasannya bibinya pernah
mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasalam untuk satu keperluan. Setelah
menyelesaikan keperluannya, maka Nabi berkata kepadanya : ‘Apakah engkau
bersuami ?’. Aku menjawab : ‘Ya’. Beliau melanjutkan : ‘Bagaimana sikapmu
terhadapnya ?’. Aku menjawab : ‘Aku tidak pernah membantahnya/menolaknya
kecuali pada perkara yang tidak sanggup aku lakukan’. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda
: “Maka
perhatikanlah sikapmu terhadapnya, karena sesungguhnya dia (suamimu) adalah
surga dan nerakamu” (HR.
Ahmad).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang model wanita
yang paling baik, maka beliau menjawab : “Dia dalah seorang wanita yang patuh saat
suaminya menyuruhnya, menarik saat suaminya memandangnya, menjaga kemuliaan
suami dengan memelihara kehormatannya sendiri, dan mengurus harta suami” (HR. An-Nasa’i ,shahih).
Catatan : Taat ini dengan syarat : Hanya dalam hal yang ma’ruf
bukan dalam kemaksiatan.
“Tidak ada ketaatan dalam perbuatan maksiat
kepada Allah. Ketaatan hanya boleh dilakukan dalam kebaikan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, seorang istri tidak boleh taat kepada suaminya jika ia
menyuruh untuk membuka jilbab, menemani seorang laki-laki yang bukan mahram
tanpa ada suaminya, berbohong, dan lain-lain. Namun bukan pula berarti ia
membatalkan ketaatannya secara keseluruhan. Ia tetap wajib taat pada hal-hal
yang mubah dan yang disyari’atkan.
2. Tetap
tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali setelah mendapat ijin dari
suami.
Allah berfirman : “Dan hendaklah kamu tetap tinggal di
rumah-rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyyah dahulu” (QS.
Al-Ahzab : 33).
Tinggal di dalam rumah adalah hukum asal bagi seorang wanita. Ia
tidak boleh keluar melainkan dengan sebab dan syarat. Sebabnya adalah karena
hajat, dan syaratnya adalah ijin dari suami, berpakaian syar’i, tidak memakai
wangi-wangian, dan yang lainnya (yang akan dijelaskan kemudian).
Untuk hal-hal yang sifatnya rutinitas dimana ia telah mendapatkan
ijin dari suami secara umum, maka ia boleh keluar tanpa seijin suaminya (walau
meminta ijin tetap lebih baik). Misalnya : keluar rumah untuk belanja di
warung, menyapu halaman, dan lainnya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan salah satu sebab
mengapa wanita tinggal di dalam rumah : “Wanita itu adalah aurat. Apabila ia keluar
rumah, maka akan dibanggakan oleh syaithan” (HR. At-Tirmidzi).
Hingga dalam permasalahan ibadah (sholat di masjid), rumah tetap
lebih baik bagi seorang wanita, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam: “Janganlah kalian melarang kaum wanita pergi
ke masjid; akan tetapi sholat di rumah adalah lebih baik bagi mereka” (HR. Abu Dawud)
3. Menerima
ajakan suami.
Ini hukumnya wajib. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Apabila
seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, namun istrinya tersebut
menolak (tanpa udzur yang dibenarkan syari’at) maka para malaikat akan
melaknatnya hingga waktu shubuh tiba” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Tidak
memasukkan seseorang ke dalam rumah kecuali dengan seijin suami.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya kalian (para suami) memiliki
hak yang harus dipenuhi mereka (para istri), agar mereka tidak mengijinkan
seorangpun masuk ke pembaringanmu seseorang yang tidak kamu sukai” (HR. Muslim).
“Dan janganlah seorang wanita mengijinkan
seseorang masuk ke dalam rumah suaminya sementara dia (suami) ada di sana,
kecuali dengan ijin suaminya tersebut” (HR. Muslim).
Larangan ini berlaku untuk orang-orang yang memang suaminya tidak
meridhainya. Namun bila orang tersebut termasuk orang-orang yang diridhai –
semisal kaum kerabat -, maka ia diperbolehkan menerimanya masuk ke rumahnya
dengan tetap menjaga kehormatan dirinya. Jika orang/tamu tersebut laki-laki
bukan termasuk mahram (semisal : teman kerja suami atau tetangga), maka ia
diperbolehkan untuk menerima dengan catatan aman dari fitnah dan menghindari
khalwat (berdua-duaan). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah
seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
5. Tidak
bersedekah dengan harta suami kecuali mendapat ijin darinya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah
seorang wanita menginfakkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali seijin suaminya
tersebut” (HR. Abu
Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
6. Berterima
kasih kepada suami dan tidak mengingkari kebaikannya, serta memperlakukan suami
dengan baik.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah tidak
akan melihat kepada wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal
ia tidak mungkin lepas dari ketergantungan padanya” (HR. Nasa’i)
Berterima kasih ini tidak hanya sebatas lisan, tapi terwujud pada
penampakan rasa bahagia dan nyaman selama mendampingi suami dan melayani
kebutuhannya dan kebutuhan anak-anaknya, tidak mengabaikannya, tidak mengeluh
dengan segala kondisi yang dialami bersamanya, dan yang lainnya.
7. Tidak
mengungkit-ungkit kebaikannya kepada suami, jika kebetulan dia menafkahi suami
dan anak-anaknya.
Adakalanya seorang suami diberi cobaan berupa sakit, cacat, atau yang
semisalnya sehingga ia tidak bisa memberi nafkah sebagaimana mestinya; yang
dengan itu istri menjadi tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah. Haram
hukumnya mengungkit-ungkit kebaikannya itu. Allah telah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” (QS. Al-Baqarah : 264).
8. Selalu
menjaga keutuhan rumah tangga dan tidak menuntut cerai tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syari’at.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Wanita mana
saja yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada masalah yang berarti
(menurut kacamata syari’at), maka diharamkan baginya wangi bau surga”(HR.
At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah , Ahmad).
Dan ingatlah wahai para wanita bahwa engkau telah Allah jadikan
salah satu perhiasan dunia. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
shalihah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Dunia
adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah” (HR. Muslim).
Tanggung Jawab
Istri pada Anak
1. Menyusui
anak hingga usia dua tahun.
Allah swt berfirman: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (QS. Al-Baqarah : 233).
2. Mengasuh,
memperhatikan, dan memelihara anak dengan nafkah yang diberikan oleh suami.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan kepada Hindun radliyallaahu
‘anhaa: “Ambillah dengan baik (dari harta suamimu) sebatas
mencukupi keperluanmu dan anakmu” (HR.
Bukhari dan Muslim).
3. Mendidik
anak dengan pendidikan yang baik dan Islami.
Hal utama yang harus diberikan dan diperhatikan adalah pendidikan
agama, sebab pendidikan ini merupakan dasar yang akan membentuk tingkah laku
anak di kemudian hari. Penanaman aqidah tauhid yang kuat adalah mutlak
diberikan. Anak harus tahu kewajiban dan tugas mengapa ia dilahirkan di muka
bumi, yaitu untuk beribadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Juga dengan penanaman prinsip-prinsip keimanan dalam rukun
iman. Kemudian diikuti dengan penanaman kewajiban yang termasuk dalam rukun
Islam yang lain seperti sholat, zakat, puasa, dan haji. Dari konsep pembangunan
anak yang beriman dan beramal shalih, tentu saja harapan kita kelak ia menjadi
sesuatu yang berharga yang dapat bermanfaat bagi kita di akhirat. Dan itulah
yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:“Apabila seseorang meninggal dunia maka
terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu : shadaqah jariyyah, ilmu yang
dimanfaatkan, atau anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar