UstadzFelix: Bahaya Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Assalamu'alaikum wr.wb
Walhasil, umat Islam pun menjadi bingung, semua yang pro
dan kontra dengan sepilis (sekulerisme-pluralisme-liberalisme) ini semua
mengatasnamakan Islam, mana yang harus dipercaya, yang mana yang harus diikuti
menjadi samar. Banyak diantara kaum muslim akhirnya yang memilih untuk tidak
perduli. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan untuk meletakkan sebuah
pemahaman yang benar tentang faham Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme.
Secara filosofi, pandangan yang menganggap bahwa kehidupan
dapat dijalani paling baik dengan menggunakan etika, dan pengertian paling baik
dari alam semesta, melalui proses argumentatif, tanpa merujuk kepada tuhan atau
(banyak) tuhan atau konsep supernatural.
• Pada masyarakat, semua dari kisaran situasi dimana suatu
masyarakat lebih sedikit yang secara otomatis mengasumsikan kepercayaan agama
sebagai andil besar atau dasar daripada masalah dalam berbagai bentuk daripada
generasi belakangan di masyarakat yang sama.
• Pada pemerintahan, kebijaksanaan yang menghindari keterkaitan antara pemerintahan dan agama (berkisar dari mengurangi keterikatan pada negara-gereja sampai mempromosikan sekularisme pada masyarakat), non-diskriminasi pada agama (memaksa mereka untuk tidak mengingkari keutamaan dari hukum sipil), dan menjamin HAM semua warganegara (dan, bila bermasalah dengan aturan agama tertentu, dengan memprioritaskan hukum hak asasi universal)
• Pada pemerintahan, kebijaksanaan yang menghindari keterkaitan antara pemerintahan dan agama (berkisar dari mengurangi keterikatan pada negara-gereja sampai mempromosikan sekularisme pada masyarakat), non-diskriminasi pada agama (memaksa mereka untuk tidak mengingkari keutamaan dari hukum sipil), dan menjamin HAM semua warganegara (dan, bila bermasalah dengan aturan agama tertentu, dengan memprioritaskan hukum hak asasi universal)

Liberalisme adalah gerakan politik mencakup pandangan kuno
dan modern yang menjamin kebebasan individual dan kepemilikan privat sebagai
tujuan dari pemerintahan. Cirinya melindungi hak untuk bertentangan dari
dalil/pengajaran agama atau menetapkan kewenangan dalam masalah politik atau
agama. Dalam pembahasan ini, liberalisme terkadang kontras dengan
konservatisme. Karena liberalisme memfokuskan kepada kemampuan individual dalam
membentuk struktur masyarakat, maka hampir selalu bertentangan dengan
totaliterisme dan ideologi kolektif (sosialis), khususnya komunisme
Pada ilmu sosial, pluralisme adalah kerangka aktivitas
interaksi dimana suatu kelompok menunjukkan rasa hormat yang baik dan toleransi
satu samalain, mereka saling mengakui dan berinteraksi tanpa konflik atau
asimilasi. Pluralisme juga bahwa individu-individu mempunyai hak untuk memutuskan
“kebenaran universal” untuk mereka.
Dari
pemaparan diatas telah sangat jelas sekali bahwa sesungguhnya sekularisme
adalah cara memandang kehidupan tanpa agama (outside the religion), dalam
definisi modern juga bisa dikatakan memisahkan agama dari kehidupan publik
(negara). Awal munculnya pandangan ini adalah ketika terjadi konflik antara
agama katolik dan para cendekiawan di eropa yang berlangsung pada abad
pencerahan (enlightment ages) sekitar abad 16 sampai abad 17, yang sebelumnya
dilalui oleh abad gelap (dark ages) yaitu sekitar abad ke 5 sampai dengan abad
ke 15. Penyebutan abad gelap ini adalah karena begitu tak teraturnya masyarakat
eropa pasca runtuhnya kekaisaran romawi (roman empire) pada tahun 410.
Keruntuhan romawi ini mengakibatkan banyak sekali tuan-tuan
tanah (landlords) yang mempunyai wilayah memisahkan diri menjadi suatu
masyarakat tertentu, yaitu masyarakat feodal dengan feodalisme sebagai
pandangan hidupnya. Disini strata masyarakat biasanya terbagi 6 yaitu bangsawan
(landlords), ksatria (knights), rahib (clerics), prajurit (troops) cendekiawan
(scholars) dan rakyat (people). Abad gelap ini juga sering disebut abad agama
(age of faith) dikarenakan katolik yang dilegalkan menjadi agama negara pada
tahun 391 sebelum romawi runtuh.Dikatakan abad agama juga karena besarnya
peranan rohaniwan dalam negara, termasuk melegalisir para tuan tanah untuk
mengeksploitasi rakyatnya, dan anggapan tuan tanah adalah wakil dari tuhan
adalah umum dalam masa ini. Gereja membentuk doktrin untuk terus melanggengkan
hubungan antara penguasa-rohaniwan ini, misalnya St. Augustine seorang uskup di
kota Hippo (sekarang Annaba, Algeria) dalam bukunya City of God (413-426)
menyatakan bahwa “seharusnya umat kristiani tidak perlu peduli dengan kejadian
di duia tetapi fokus kepada penyelamatan (salvation) dan hidup setelah mati di
dalam kota surgawi” (Rosenwain, 2005). Doktrin-doktrin semacamnya juga
diberlakukan pada sains, misalnya teori geosentris yang dikemukakan oleh gereja
yang ditentang oleh Nicolaus Copernicus dengan teori heliosentrisnya akhirnya
berujung pada dianiayanya cendekiawan ini, begitu pula yang terjadi pada
Galileo Galilei dengan teori bumi bulatnya. Dalam kemasyarakatan doktrin gereja
berhak menentukan ajaran mana yang sesat (heretics) dan ajaran mana yang baik
menurut mereka sendiri sehingga kejadian ini menimbulkan banyak sekali protes
bagi rakyat sipil dan para cendekiawan. Keadaan ini terus berlanjut hingga abad
ke 16.
Pada abad ke 17 dan 18 terjadi abad pencerahan (enlightment
age) yang diawali oleh banyaknya pemikir dan cendekiawan yang melihat bahwa
alasan terjadinya abad gelap adalah karena campur tangannya agama (katolik)
dalam urusan negara, karena mereka memandang justru kemunduran yang sangat
besar terjadi pada masa pemerintahan agama ini. Para kaum protestan pun menulis
bahwa periode abad gelap adalah periode katolik yang terkorupsi sehingga
tidaklah murni lagi. Puncaknya terjadi pada masa renaissance (kelahiran
kembali) dimana para pemikiran para cendekiawan dan rakyat biasa melawan kepada
tuan tanah dan rahib, karena dinilai selama abad gelap agama dengan hak suci
mereka (divine rights) telah menjadi sesuatu yang melegitimasi eksploitasi
terhadap mereka oleh tuan tanah, dan menuntut agar agama tidak lagi dihubungkan
dengan negara (sekular). Disinilah sekularisme lahir.
Setelah itu, para pemikir kemudian mengganti nilai-nilai
serta standar-standar yang ada pada masyarakat agar jangan sampai mengambil
kembali agama untuk diterapkan dalam masyarakat. Ide-ide derivat sekularisme
inilah yang akhirnya mengejewantah dalam pemikiran yang lain yaitu liberalisme,
pluralisme, kapitalisme dan akhirnya demokrasi.
Sama seperti Liberalisme, pemikiran ini pun dibangun atas
dasar pemisahan agama dari negara. Para pemikir seperti John Locke
(1632-1704)dan Baron de Montesquieu menyerukan hak dasar manusia yaitu “life,
liberty and property” sebagai suatu yang sangat diperlukan dalam menciptakan
suatu pemerintahan dan hidup yang stabil, sehingga tidak terjadi lagi
eksploitasi manusia oleh manusia yang lain, raja bukanlah figur suci yang
mempunyai hak yang lebih di mata hukum dan lain-lain, serta dan pemikir seperti
Voltaire dan Immanuel Kant yang sangat vokal terhadap pengekangan kebebasan
atas nama tuhan oleh agama. Inilah yang akhirnya mendasari demokrasi, yaitu
sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Mereka memilih sendiri pemerintahan mereka, membuat sendiri hukum
untuk mereka taati sendiri. Kedua pandangan ini (liberalisme dan demokrasi)
oleh Adam Smith dan David Ricardo dituangkan dalam bentuk kebebasan ekonomi
dimana keuntungan terbesar akan diperoleh apabila setiap individu dijamin
haknya secara penuh oleh pemerintah untuk memiliki sesuatu, tanpa atau dengan
campur tangan yang seminimal mungkin dari pemerintah yang saat ini kita kenal
dengan sistem ekonomi kapitalisme. Didalam sistem pergaulan nilai-nilai ini
akhirnya menyamar menjadi budaya individualisme serta hedonisme. Di dalam
sistem politik berubah menjadi opportunisme dan didalam pendidikan menjadi
materialisme. Intinya adalah bahwa setiap orang dilahirkan bebas (liberty) dan
hanya ia yang berhak menentukan jalan hidupnya tanpa campur tangan atau
dipengaruhi orang lain.
Dalam hal kehidupan beragama, pluralisme atau sinkretisme
adalah turunan dari sekularisme, dimana pandangan ini menyatakan pluralitas
(beragamnya) manusia, pendapat atau agama adalah suatu fakta yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi sehingga agar tidak menimbulkan konflik dan masalah di dalam
kehidupan bermasyarakat, maka tidak boleh ada manipulasi nilai-nilai kebenaran
oleh suatu kelompok, agama atau individu manapun. Kebenaran itu relatif dari
mana kita memandang. Dengan kata lain semua agama adalah sama.
Walhasil, dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya
kemunculan sekularisme ini sendiri adalah dikarenakan oleh pemikir dan
cendekiawan serta rakyat jelata yang dikecewakan oleh sistem pemerintahan agama
(katolik), dan pemikiran derivatnya yaitu liberalisme dan pluralisme, termasuk
kapitalisme dan demokrasi adalah produk yang sengaja disiapkan untuk menjadi
tameng agar masyarakat eropa tidak lagi terjerumus pada trauma masa lalu,
bersatunya negara dan agama.
Berbeda dengan Islam, sejarah telah membuktikan bahwa
kejayaan islam justru tercapai ketika Islam tidak hanya diposisikan sebagai
agama ritual tetapi juga sebagai aturan hidup yang mengatur seluruh aspek dalam
kehidupan. Menarik bila mengutip pernyataan Michael H. Hart, dalam kata
pengantar bukunya yang berjudul 100 Tokoh paling Berpengaruh di Dunia, bahwa
dia menempatkan Muhammad Rasulullah saw. menjadi tokoh nomor satu adalah karena
Muhammad mempunyai kekuasaan spritual dan politis yang tidak dipisahkan satu
sama lain. Sejarah tidak bisa berbohong bahwa abad keemasan umat muslim (Islamic golden age) pada saat
kekhilafahan abbasiyyah dan awal kekhilafahan utsmaniyyah (750 M – 1500 M)
telah menyatukan lebih dari 1/3 dunia, kekuasaan membentang dari sebagian eropa
(andalusia/spanyol) hingga dataran balkan yang kekuatan laut maupun daratnya
ditakuti di dunia. Juga tertulis dengan tinta emas dalam sejarah peradaban
manusia karya besar pemikir dan saintis muslim seperti al-Khawarizmi dengan
teori matematikanya, al-Kindi dengan pemikirannya, Ibnu Sina dengan ilmu
kedokteran dan kesusasteraannya yang telah menulis Asas Pengobatan (Canons of
Medicine) serta ilmu optik, Ibnu Khaldun dengan sejarahnya dan Ibnu Rusyd
dengan fikihnya. Pada pendidikan pun tak kalah hebatnya Imam Ad Damsyiqi telah
menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di
kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin
Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar =
4,25 gram emas) (sekitar 5 juta rupiah dengan kurs sekarang). Atau pada masa
Khalifah Harun al-Rasyid dimana tidaka ada warga negara yang miskin sehingga
zakat bagi orang miskin tidak dibagikan.
Semua gambaran tersebut adalah fakta yang terjadi ketika
Islam dan kehidupan tidak dipisahkan. Ini karena Islam adalah sebuah sistem
hidup, sebuah ideologi yang tidak bisa diterapkan secara sebagian. Ia juga
tidak bisa dicangkokkan dengan ideologi lain semacam sekularisme dan
sosialisme, dikarenakan Islam adalah metode hidup yang khas. Dan untuk
menerapkan Islam yang kaaffah maka sesungguhnya diperlukan suatu institusi yang
harus ada untuk menjamin terlaksananya semua aturan-aturan Islam, institusi
inipun haruslah khas yang terpancar dari Islam, tidak yang lain, yaitu Daulah
Khilafah Islamiyyah.
Oleh karena itu, sebagai seorang yang berusaha untuk
melaksanakan semua aturan yang telah dibebankan oleh Allah SWT kepada kita,
hendaknya kita tidak mengambil pandangan-pandangan yang tidak berasal dari
Islam maupun memperjuangkannya, apalagi pandangan itu telah terbukti
mudharatnya bagi kehidupan kita, agar kita dapat mempertanggungjawabkan
perbuatan kita di akhirat nanti
Barangsiapa mencari agama (diin) selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi(TQS ali-Imran [3]: 85)
Aturan-aturan Islam dalam masalah publik (negara) sejatinya
justru harus dikembalikan lagi kepada umat muslim, semua muslim di dunia ini
harus faham bahwa sesunggunya akar permasalahan yang menyebabkan bangkitnya
barat dan terpuruknya Islam adalah satu: sekular (memisahkan agama dari
negara).
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS
al-Maaidah [5]: 50)
Akhirul kalam, kita harus benar-benar waspada terhadap
pemikiran orang-orang yang bertujuan ingin menjauhkan kita dari Islam, sunnah
rasul-Nya dan aturan-aturan (syari’at-Nya), meskipun terkadang penganut
sekularisme ini ”kelihatan” berdalil ataupun rasional, namun akhirnya kita
diajak untuk mengikuti kepada nilai-nilai kufur. Semoga Allah SWT melindungi
kita dari hal-hal yang seperti itu.
wallahua’lam bi ash-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar