Mengapa Hati Ini Masih Merasa Iri?

Pernah mungkin kita mendengar kisah dua orang
tetangga dekat bisa saling bunuh. Penyebabnya karena yang satu buka toko dan
lainnya pun ikut-ikutan. Akibat yang satu merasa tersaingi, akhirnya ada rasa
iri dengan kemajuan saudaranya. Tetangga pun tidak dipandang. Awalnya rasa iri
dipendam di hati. Namun karena semakin hangat dan memanas, akhirnya berujung
pada pertikaian yang berakibat hilangnya nyawa. Sikap seperti ini pun mungkin
pernah terjadi pada kita. Namun belum sampai parah sampai gontok-gontokan. Rasa
iri tersebut muncul kadangkala karena persaingan. Sikap iri semacam ini jarang
terjadi pada orang yang usahanya berbeda. Jarang tukang bakso iri pada tukang
becak. Orang yang saling iri biasanya usahanya sama. Itulah yang biasa terjadi.
Tukang bakso, yah iri pada tukang bakso sebelah. Si punya toko sembako iri
pada orang yang punya toko yang semisal, dan seterusnya.
Perlu diketahui bahwa
iri, dengki atau hasad –istilah yang hampir sama- adalah
menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain. Asal sekedar benci orang lain
mendapatkan nikmat, itu sudah dinamakan hasad, itulah iri. Hasad seperti inilah
yang tercela. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
ان الحسد هو البغض والكراهة لما يراه من حسن حال المحسود
“Hasad adalah sekedar benci dan
tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.”[1]
Adapun ingin agar
semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat pada orang lain itu
hilang, maka ini tidak mengapa. Hasad model kedua ini disebut ghibthoh.
Yang tercela adalah hasad model pertama tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ،
وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Janganlah kalian saling hasad
(iri), janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi
(saling mendiamkan/ menghajr). Jadilah kalian bersaudara, wahai hamba Allah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hasad Bisa Terjadi Pada Orang Beriman
Hasad bisa saja
terjadi pada orang-orang beriman. Hal ini dapat kita lihat dalam kisah Nabi
Yusuf dengan suadara-saudaranya. Sampai-sampai ayah Yusuf (Ya’qub)
memerintahkan pada Nabi Yusuf agar jangan menceritakan mimpinya kepada
saudara-saudaranya agar tidak membuat mereka iri. Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ
فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Ayahnya berkata: “Hai anakku,
janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka
membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5)
Lalu lihatlah
bagaimana perkataan saudara-saudara Yusuf.
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا
وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“(Yaitu) ketika mereka berkata:
“Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah
kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang
kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”(QS.
Yusuf: 8). Lihatlah bagaimana hasad pun bisa terjadi di antara orang beriman,
bahkan di antara sesama saudara kandung.
Hasad (Iri) Tidak Ada Untungnya
Patut kita renungkan
bersama bahwa rasa iri sebenarnya tidak pernah ada untungnya sama sekali. Yang
ada hanya derita di dalam hati. Orang yang hasad pada saudaranya sama saja
tidak suka pada ketentuan atau takdir Allah. Karena orang yang hasad tidak suka
atas ketentuan Allah pada saudaranya. Padahal Allah yang menakdirkan saudaranya
jadi kaya, saudaranya punya kedudukan, saudaranya sukses dalam bisnis, dan
lainnya. Orang yang hasad sama saja menentang ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ
مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ
دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ
مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi
rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
(QS. Az Zukhruf: 32). Padahal Allah yang lebih mengetahui manakah yang terbaik
untuk hamba-Nya.
Orang yang hasad sama
saja dengan orang yang menzholimi saudaranya. Oleh karena itu, orang yang
didengki (dihasad) akan mendapatkan manfaat dari orang yang hasad di akhirat
kelak. Kebaikan orang yang hasad akan diberikan pada orang yang didengki
(dihasad) dan kejelekan orang yang didengki (dihasad) akan beralih pada orang
yang hasad. Bisa terjadi seperti ini karena orang yang hasad layaknya orang
yang menzholimi orang lain. Sehingga penyelesaiannya dengan jalan seperti itu.
Lebih-lebih lagi jika hasad tadi diteruskan dengan perkataan, perbuatan dan ghibah (menggunjing),
tentu akibatnya lebih parah.[2]
Itu tadi adalah akibat
di akhirat. Sedangkan di dunia, orang yang hasad pun menderitakan berbagai
kerugian. Jika orang yang ia hasad terus mendapatkan nikmat, hatinya akan
semakin sedih dan terus seperti itu. Bulan pertama, ia hasad karena omset
saudaranya meningkat 50 %, ini kesedihan pertama. Jika bulan kedua meningkat
lagi, ia pun akan semakin sedih. Begitu seterusnya, orang yang hasad tidak
pernah mendapatkan untung, malah kesedihan yang terpendam dalam hati yang ia
peroleh waktu demi waktu.
Cara Mengatasi Penyakit Hasad
Agar kita tidak
terjerumus dalam penyakit hati yang satu ini, maka ada beberapa kiat yang bisa
kita lakukan, di antaranya:
Pertama: Pertebal iman dan rasa yakin pada takdir Allah, tentu saja
dengan terus menambah ilmu.
Kedua: Mengingat akibat hasad yang berdampak di dunia maupun di
akhirat.
Ketiga: Selalu bersyukur dengan yang sedikit. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak
mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang
banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)
Keempat: Selalu memandang orang yang di bawahnya dalam masalah dunia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ
وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ
“Jika
salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan
harta dan fisik [atau kenikmatan dunia lainnya], maka lihatlah kepada
orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari no. 6490 dan Muslim
no. 2963)
Dalam hadits lain disebutkan,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى
مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Pandanglah orang yang berada di
bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang
berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan
nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)
Kelima: Banyak mendoakan orang lain yang mendapatkan nikmat dalam
kebaikan karena jika kita mendoakannya, kita akan dapat yang semisalnya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ
مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ
قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a seorang muslim kepada
saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab
(terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan do’anya
kepada saudarany). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat
tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.”
(HR. Muslim no. 2733)
Setelah mengetahui hal
ini, masihkah ada iri pada saudara kita? Semoga Allah memberi taufik untuk
terhindar dari penyakit yang satu ini. Amin, Yaa Mujibas
Saailin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar