Air Mata di Pusara Ibu

Saya pernah membaca buku
berjudul Dam'ah 'ala Qabri Ummi (Air Mata di Pusara Ibu) yang ditulis Prof
Shalih Al Ayid. Penulis buku ini sejak kecil ditinggal wafat ayahnya dan
dibesarkan ibunya. Perjuangan ibu dan pengorbanan untuk anak-anaknya sangat
berkesan di hati anak. Ketika ibunya wafat, ia benar-benar sedih.
Maka, beliau menulis
buku tersebut untuk mengenang dan mengungkapkan perasaan sedihnya, mengingatkan
besarnya jasa ibu, dan menghibur dirinya agar sabar, ikhlas, pasrah, dan
tawakal kepada Allah SWT.
Prof Al Ayid berkata
dalam buku itu, “Sesungguhnya doa ibu tidak mungkin meleset. Ibuku-semoga Allah
merahmatinya-selalu ridha terhadap anak-anaknya dan sangat mencintai mereka.
Ibuku selalu berdoa memohon kebaikan untuk anak-anaknya di setiap waktu. Berdoa
dengan hati yang bersih tanpa ada dendam dan kebencian. Karena itu, saya
melihat segala kemudahan dalam segala urusanku adalah hasil dari doa beliau
secara nyata dan tidak ada keraguan sedikitpun. Berapa banyak pintu kebaikan
terbuka untukku dengan tidak disangka-sangka dan berapa banyak tipu daya
orang-orang yang iri dan dengki menjadi runtuh karena karunia Allah disebabkan
doa ibuku yang dikabulkan-Nya.”
Prof Muhammad Mukhtar
Syinqithi, pengajar di Masjid Nabawi dan dosen di Islamic University, Madinah,
memiliki kisah lain. Ia rutin mengajar hadis dan fikih di Masjid Malik Su'ud,
Jeddah. Kajian berlangsung setiap pekan, antara Maghrib hingga Isya. Setelah
azan Isya dan sebelum iqamat, ada tanya jawab selama 20 menit.
Suatu kali, pernah
beliau datang dari Madinah ke Jeddah hanya menyampaikan pengajian sekitar 15
menit saja. Ibunya sakit. Beliau tadinya ingin meliburkan pengajian untuk mendampingi
dan merawat ibunya, tetapi ibunya memerintahkan dia agar tetap mengajar di
Jeddah. Karena patuh kepada sang ibu, ia berangkat ke Jeddah.
Tapi, ia mengajar hanya
15 menit lalu pulang lagi ke Madinah. Perjalanan pulang pergi 900 km hanya
untuk mengajar 15 menit! Sebulan kemudian, ibunya wafat-semoga Allah
merahmatinya-dalam keadaan ridha kepada anaknya. Mengapa Ibu? Berbakti kepada
ibu bapak wajib hukumnya. Berbuat baik ke ibu tiga kali besarnya dari berbuat
baik ke ayah. Kedudukan ibu sangatlah mulia.
Kita prihatin sekali
jika mendengar sebagian dari anak-anak remaja dan pemuda berani berkata dengan
suara lebih keras kepada ibunya. Membantah, memarahi, bahkan menyakiti ibu
dengan ucapan maupun perbuatan.
Mohonlah maaf kepada
ibu, mintalah ridha dan doanya. Jangan sampai terjadi, ibu kita wafat dalam
keadaan kita durhaka kepadanya dan kita belum sempat minta maaf kepadanya.
Sering kita baru
merasakan betapa besar nikmat Allah saat nikmat itu dicabut dari kita. Kita
merasakan betapa besar nikmat sehat setelah kita sakit, nikmat keamanan setelah
datangnya kekacauan, nikmat keutamaan seorang guru setelah kita kehilangannya,
nikmat keberadaan orang tua setelah wafatnya. Sungguh beruntung seorang anak
yang dapat melihat kedua orang tuanya pagi dan petang.
Sungguh
beruntung seorang anak yang masih memiliki kedua orang tua atau salah satunya.
Sungguh beruntung seorang anak yang dibutuhkan oleh kedua orang tua atau salah
satunya. Sungguh beruntung seorang anak yang mendapatkan taufik Allah untuk
berbakti kepada orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar