Becermin Di TelagaTeguran

Sebelum membaca artikel ini mari kita berdoa dulu..
."Ya, Allah. Saya
tidak akan bosan-bosannya meminta kepada-Mu. Semoga Engkau pun tidak bosan
dengan doaku ini."
"Ya Allah Apabila rezekiku
berada di langit, turunkanlah.
Apabila rezekiku di
dalam perut bumi, keluarkanlah.
Apabila rezekiku di
dalam lautan, munculkanlah.
Apabila sulit
mendapatkannya, mudahkanlah.
Apabila jauh tempatnya,
dekatkanlah.
Apabila sedikit
jumlahnya, perbanyaklah.
Apabila haram,
sucikanlah."
Maha Suci Allah yang
menciptakan alam ini begitu sempurna. Malam dan siang silih berganti melayani
hidup manusia. Terang dan gelap pun menjadi sebuah kebutuhan makhluk-Nya di
seluruh bumi. Tapi, tidak semua yang gelap boleh dibiarkan apa adanya.
Anggaplah teguran
sebagai hadiah rabbaniyah
Tidak ada dosa dan
kesalahan yang tanpa balasan. Semua akan dibalas oleh Allah swt., dalam
kehidupan ini atau di akhirat kelak. Bayangkan jika dosa dan kesalahan bergulir
tanpa terasa. Tanpa ada teguran, tanpa ada peringatan.
Anggaplah teguran
sebagai ungkapan sayang
Kadang sulit
menerjemahkan sebuah ungkapan dengan timbangan yang jernih dan lurus. Termasuk
dalam soal teguran. Sederhananya, orang yang menegur diterjemahkan sebagai
lawan yang menyusahkan, bahkan menjatuhkan.
Dalam timbangan akhlak,
nilai sebuah teguran jauh dari terjemahan itu. Bahkan bertolak belakang.
Teguran bukan untuk menyusahkan, melainkan memudahkan. Teguran bukan ungkapan
marah, apalagi permusuhan. Melainkan, justru ungkapan sayang dan persaudaraan.
Rasulullah saw. yang
mulia mengatakan, “Tiga perbuatan yang termasuk sangat baik, yaitu berdzikir
kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi, saling menyadarkan satu sama
lain, dan menyantuni saudara-saudaranya (yang memerlukan).” (HR. Adailami)
Teguran adalah ungkapan
sayang yang sejati seorang saudara terhadap saudaranya yang terjebak dalam
kesalahan. Cinta karena Allah, dan benci pun karena Allah. Kalau bukan karena
cinta, mungkin ia tak akan pernah menegur. Karena upaya itu begitu berat.
Anggaplah teguran
sebagai guru lapangan
Teguran tidak selalu
berhubungan dengan dosa. Tidak selalu berhubungan dengan sesuatu yang prinsip.
Ada teguran yang memang sangat diperlukan ketika sebuah wilayah teoritis
dibumikan dalam wilayah aplikatif.
Dalam hal berumahtangga
misalnya. Ketika belum memasuki pernikahan, seseorang merasa sudah paham betul
dengan yang namanya berumahtangga. Itu ia dapat dari buku, ceramah, dan
sebagainya. Tapi, ketika berumahtangga menjadi sebuah kenyataan, semua menjadi
berbeda. Realita kadang tidak selalu mengikuti idealita.
Terjadi kegamangan di
situ. Ada konflik suami isteri. Sesuatu yang dalam teori begitu indah, ternyata
begitu gersang dalam kenyataan di lapangan. Tentu, yang salah bukan idelitanya.
Tapi, cara bagaimana menggapai idealita itu yang belum pas. Di sinilah,
seseorang membutuhkan teguran. Dan teguran saat itu menjadi guru di lapangan
realita.
Anggaplah teguran
sebagai cermin memperindah diri
Ego manusia selalu
mengatakan kalau ia serba sempurna. Tidak ada cacat. Tidak ada noda. Semua
bagus. Kalau ada orang yang menilai lain, pasti si penilai yang teranggap
salah.
Begitu pun yang mungkin
terjadi dalam diri seorang mukmin. Dengan penuh percaya diri, ia yakini kalau
semua langkahnya sempurna. Tidak ada yang salah. Yang salah adalah jika ada
yang menganggapnya salah.
Dalam sudut pandang
Islam, manusia adalah tempat salah dan lupa. Jadi, akan ada saja kemungkinan
kalau seorang mukmin pun bisa khilaf. Kalau seorang ulama pun bisa salah. Kalau
seorang pemimpin pun bisa kepeleset. Saat itu, ia butuh teguran sebagai cermin
yang bisa menyadarkan.
Rasulullah saw.
mengatakan, “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat
aib padanya, dia segera memperbaikinya.” (HR. Al-Bukhari)
Akhirnya..
Alhamdulillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar