Memilih TemanSetia

Hampir setiap saat
selalu ada Abu Bakar di sisi Nabi Muhammad SAW setelah beliau mendeklarasikan
diri sebagai utusan Ilahi. Di tengah-tengah masyarakat yang tak bersahabat dan
antipati, Abu Bakar membuat Nabi tegar menghadapi tantangan dakwah yang silih berganti.
Gua Tsur adalah saksi
bisu bagaimana ia meredam sedih dalam kepungan amuk kejahiliyahan orang-orang
Quraisy yang mengejar Nabi (QS. 9: 40). Peristiwa Isra Mikraj juga menjadi
bukti kesetiaan seseorang yang percaya sepenuhnya kualitas kejujuran temannya.
Bila Nabi memiliki Abu
Bakar, Harun AS adalah teman perjuangan Nabi Musa AS. Dialah yang membantu Musa
dalam mengembangkan dan menyebarkan agama Allah. Dengan kefasihan dan
kecerdasan bahasa yang dimiliki, ia menutupi masalah artikulasi yang menjadi
kendala Musa (QS. 28: 34).
Ia tahu bagaimana
menghadapi Firaun dan Bani Israil yang sering membuat emosi Musa tak
terkendali. Saat Musa harus mengikuti perintah bermunajat di Thur Sina,
Harunlah yang menggantikan Musa untuk mengawasi dan mengendalikan Bani Israil
agar tidak berbuat keonaran, kemunkaran, apalagi kemusyrikan. (QS. 20: 29).
Perjuangan memang butuh
teman, yang mendukung tanpa batas, yang mengoreksi tanpa risih, dan yang
memahami kegundahan tanpa membebani. Teman adalah seseorang yang senantiasa
membantu tanpa berharap balas budi, yang berada di depan tanpa takut mati, yang
juga siap memberikan waktu, tenaga, pikiran, harta, dan kesetiaan.
Sunnatullahnya, semua
makhluk di muka bumi butuh teman. Pepatah Arab menyebut, teman terkadang lebih
berguna daripada saudara kandung. Namun, tidak sembarang teman bisa dipercayai.
Hanya teman yang bersedia ada di saat susah dan sedih yang patut dijadikan
sandaran hati. Karena, saat jaya dan bahagia, teman baik tak bisa diuji. Teman
yang hanya mau diajak tertawa bukanlah teman sejati. Saat air mata menetes,
teman setia barulah terbukti.
Untuk melihat patokan
kualitas teman, nasihat sastrawan Arab klasik, Tharfah bin Al-Abd, patut
direnungi. “Jangan bertanya pada seseorang tentang dirinya. Tanyalah temannya
tentang siapa dia. Seseorang selalu mengikuti apa yang dilakukan temannya.” Ini
selaras dengan sabda Nabi. “Orang akan mengikuti kecenderungan dan sikap
temannya. Oleh karenanya, perhatikan siapa temanmu.” (HR Tirmidzi).
Singkatnya, teman adalah
cerminan diri. Para sufi menyebut, ruh kita itu tentara yang berbaris. Barisan
yang kita pilih adalah identitas azali kita. Teman mana yang membuat kita
nyaman, itu sejatinya diri kita. Karenanya, dalam Islam ditekankan pentingnya
memilih teman. Jika salah pilih, tidak hanya jati diri yang hilang, tapi harga
diri.
Tanpa
disadari, surga dan neraka kita pun, ada andil siapa teman yang kita pilih.
Nabi SAW berpesan, “Seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang disukai,” (HR
Bukhari). Menurut para ulama, pesan Nabi itu berlaku tidak hanya di dunia, tapi
juga di akhirat.
Oleh: Moch Syarif
Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar