Empat Wasiat Ali BinAbi Thalib

Ya Bunayya, ihfaż ‘anni
arba’an wa arba’an la yadurruka ma ‘amilta ma’ahunna, aghna al-ghina al’aqlu,
wa akbaru al-faqru al-hamqu, wa awhasyu al-wahsyati al-‘ajabu, wa akbaru
al-hasabi husnu al-khuluqi
Sayyidina Ali bin Abi
Tholib, sahabat sekaligus menantu Rasulullah saw mewasiatkan empat hal kepada
putranya Hasan RA untuk senantiasa diingat dan dijadikan pegangan dalam
kehidupannya.
Yang pertama adalah
bahwa paling berharganya kekayaan adalah akal dan bukan harta benda ataupun
yang lainnya. Karena dengan akal, manusia bisa mencapai apa yang menjadi
keinginannya dan dengan akal pula manusia akan mendapatkan harta kekayaan atau
bahkan kehormatan. Tanpa akal, manusia tidaklah berarti. Akal pulalah yang
menjadi pembeda antara manusia dengan binatang.
Wasiat yang kedua
disebutkan paling besarnya kefaqiran adalah kebodohan. Kebodohan bukan saja
tidak adanya kecerdasan ataupun kepintaran dalam diri seseorang, akan tetapi
orang yang tidak menggunakan akalnya dengan baik dan untuk hal yang baikpun
merupakan sebuah kebodohan.
Kita tahu zaman
jahiliyah dahulu kala, disebut jahiliyah bukan karena masyarakatnya yang bodoh
akan tetapi lebih pada orang-orang yang tidak mau mengakui kebenaran Rasulullah
padahal akal mereka membenarkannya. Jadi kebodohan itu merupakan kefaqiran yang
paling akut. Seseorang yang “bodoh” tidak akan dianggap berharga dalam
kehidupan sosialnya.
Wasiat yang ketiga
adalah paling nistanya kesendirian yaitu kesombongan. Sifat sombong dan congkak
tentunya tidak disukai oleh siapapun. Oleh karenanya seseorang dengan sifat
sombong tidak akan disukai dan bahkan akan dijauhi oleh orang lain.
Hal ini dikarenakan
orang sombong akan sulit untuk bisa menghargai orang lain. Dia hanya bisa
melihat kelebihannya sendiri tanpa menyadari kekurangan yang ada pada dirinya,
dan sebaliknya dia selalu melihat kekurangan orang lain, tanpa melihat
kelebihannya.
Dan wasiat keempat yang
disampaikan Sayyidina Ali kepada putranya adalah paling besarnya kemuliaan
seseorang itu terletak pada keindahan budi pekertinya. Dalam sebuah hadits
riwayat Imam Bukhori disebutkan bahwa Rasulullah saw diutus ke muka bumi ini
adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Ini membuktikan betapa
penting dan mulianya orang yang berakhlak dan berbudi baik. Masih banyak orang
yang meyakini bahwa kehormatan atau kemuliaan itu bisa didapat oleh sebab
kekayaan, kecerdasan dan keturunan. Mereka tidak sadar jika kekayaan ataupun
kecerdasan yang tidak diimbangi dengan akhlak yang baik bisa menjadi bumerang
yang akan menjatuhkan mereka ke dalam kenistaan dan kehinaan.
Maka, jika kita bisa
menjaga empat hal tersebut, insyaallah kehidupan kita akan aman dan
tentram.
So, Jadilah orang yang
cerdas (berakal), dan janganlah jadi orang yang bodoh. Akan tetapi, meskipun
engkau dikaruniani Allah kecerdasan dan akal yang sempurna, janganlah menjadi
orang yang sombong, tetapi tetaplah menjadi orang yang berbudi pekerti yang
mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar